Kenapa Tahun 1980-an, Masalah Timtim Tidak Sentuh Soal HAM dan Hak Penentuan Nasib Sendiri?



Membaca komentar akaun FB a.n. Jacinto Alves, rasanya ingin menjawabnya dengan uraian singkat. So, berikut urainnya.

sekedar berbagi saja....kenapa tahun 1980-an, masalah Timtim tidak sentuh soal HAM dan Hak Penentuan Nasib sendiri?. 

1). saat itu masih Perang Dingin, orientasi dunia kental sekali soal "menang-kalah' antara Amerika Serikat vs Unisoviet. Dunia tau bahwa soal Timtim didukung oleh Amerika Serikat, so tidak mengagetkan kemudian seakan tenggelam. 

2). Pembangunan di Timtim memasuki tahun 1980-an, sepertinya mendapat nilai positif dari negara didunia. Jika lihat perimbangan voting di PBB, walaupun lebih banyak yang menentang, namun trend positif ke Indonesia itu terus meningkat. Setelah Santa Cruz, sudah tentu menurun. 

3). Tahun 1980-an, seiring pembangunan ala Orde Baru, pihak GPK "seakan" mulai mempelajari soal otonomi layaknya Aceh ketika itu. Hal ini diperkuat adanya keinginan menjadikan Timtim seperti daerah istimewa Aceh melalu Uskup Belo dan Gub. Carrascalao (walupun kemudian ditolak oleh Suharto). 

4). Setelah Perang Dingin usai di tahun 1990/91, momentum pergerakan Timtim merdeka mendapatkan momentum "angin segar" karena orientasi dunia berubah menjadi isu HAM, dan diikuti oleh "mundur teratur" sekutu Indonesia yang selama ini "pasang badan" soal integrasi dimata internasional.  

5). Didalam negeri Indonesia, orang terkuat di republik ini selama 3 dasawarsa kemudian turun takhta. Indonesia menjadi "pesakitan", lemah. Ini adalah momentum menentukan, sebuah pematangan kelahiran, yaitu Timtim pisah dari Indonesia. Kunci utamanya ialah "internasionalisasi kasus Timtim" dengan curi dan cari perhatian dunia internasional. Demo besar2an, tertembaknya kaum terpelajar (sebelumnya di jakarta yang menjadi pemantik kuat jatuhnay Suharto), dan mencari suaka dengan cara yang menarik perhatian wartawan dengan  lompat pagar dan mendudukinya adalah "obat mujarab"  dalam memunculkan imej buruk Indonesia sambil menunjuk "ada apa sebenarnya di Timtim?".  Dunia terkaget dan menimbulkan simpatik soal korban dan perjuangan itu, namun kita seringkali lupa bahwa perang Timtim yang diperjuangkan GPK/Falintil banyak memakan korban bahkan jauh lebih banyak sebelum rentetan peristiwa setelah tahun 1990/91, bahkan juga pergerakan internasional mereka yang mulai mengadu ke PBB sejak 1975, namun semua usaha itu seakan tak membuat Suharto dan Indonesia bergeming. Tak lain tak bukan, dipengaruhi karena orientasi dunia. Sebelum 1990/91, soal isu Amerika Serikat vs Unisoviet menjadi dominan, dan setelah 1990/91 soal isu HAM menguat. Patut ditambahkan, bahwa suara internasional yang bisa berpengaruh ke dalam negeri dapat dipastikan ketika negara dalam kondisi lemah, namun ketika Orde Baru kuat hingga akhir 1998, ocehan dunia internasional hanya sekedar  "angin lalu".  Ini bisa jadi pelajaran Indonesia kini begitupula Timor Leste. 


Sumber

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama