Dili, ibu kota yang dulu dikenal dengan kebersihan dan ketertibannya, kini menghadapi kenyataan yang jauh berbeda. Kota yang pernah menerima Anugerah Adipura—sebuah penghargaan bergengsi untuk kota dengan pengelolaan lingkungan terbaik—kini dipenuhi dengan sampah dan ketidakpedulian.
Di masa Integrasi, Dili bukan sekadar sebuah kota, tetapi simbol dari tata kelola yang baik. Domingos Soares, yang kala itu menjabat sebagai Bupati Dili, berhasil menciptakan lingkungan perkotaan yang bersih dan tertata dengan baik. Dengan slogan DILI BERTAISS (Bersih, Tertib, Aman, Indah, Sehat, dan Sopan), kota ini menjadi contoh bagaimana pengelolaan perkotaan bisa mendukung kesejahteraan warganya.
Namun, kini segalanya berubah. Setelah melepaskan diri dari Indonesia, Dili kehilangan identitasnya yang dulu membanggakan. Bahkan, slogan kebanggaan itu kini diparodikan—dari DILI BERTAISS menjadi DILI BERTAI, kehilangan dua huruf terakhir yang dahulu melambangkan kesehatan dan kesopanan. Sebuah ironi yang menyakitkan, tetapi juga mencerminkan realitas pahit yang harus diterima warganya.
Ketika masyarakat kehilangan inisiatif untuk menjaga kebersihan dan pemerintah abai terhadap tanggung jawabnya, maka kehancuran lingkungan adalah konsekuensi yang tak terhindarkan. Sampah berserakan di jalanan, selokan tersumbat, dan aroma tak sedap menguar di berbagai sudut kota. Jika dulu Dili dikenal sebagai kota yang bersih dan tertata, kini ia menjadi cerminan kegagalan kepemimpinan yang lebih fokus pada kepentingan pribadi dibandingkan kesejahteraan rakyatnya.
Ini bukan hanya soal sampah atau ketidakpedulian, tetapi lebih dari itu—ini adalah refleksi dari perbedaan mendasar antara pemimpin yang memiliki visi pembangunan dan mereka yang hanya menikmati hasil perjuangan tanpa memahami esensi membangun sebuah bangsa. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka bukan hanya Dili yang akan semakin terpuruk, tetapi juga masa depan generasi yang tinggal di dalamnya.
Dili dulu adalah simbol harapan. Kini, ia menjadi simbol ironi. Pertanyaannya, apakah masih ada yang peduli untuk mengembalikan kejayaan yang pernah ada? Atau Dili akan selamanya tenggelam dalam kotoran dan ketidakpedulian?