Selama masa penjajahan di Timor Timur, pemerintah kolonial Portugal mengembangkan program asimilados, sebuah kebijakan yang bertujuan untuk "meng-Portugiskan" penduduk asli. Program ini tidak hanya sekadar proses pendidikan atau akulturasi budaya, melainkan sebuah strategi politik sistematis untuk memperkuat kontrol kolonial Portugal di wilayah tersebut.
Definisi dan Tujuan Program Asimilados
Secara harfiah, asimilados berarti "yang diasimilasikan" atau "yang diserap." Dalam konteks kolonial Portugal, istilah ini merujuk pada penduduk asli yang dianggap telah mengadopsi budaya, bahasa, agama, dan nilai-nilai Portugis sehingga mereka memenuhi kriteria tertentu sebagai "warga Portugis."
Tujuan utama program ini adalah:
Menciptakan Loyalitas Lokal: Dengan menjadikan penduduk asli "lebih Portugis," Portugal berusaha membangun kelas masyarakat lokal yang loyal kepada kekuasaan kolonial.
Memperkuat Dominasi Kolonial: Kelompok asimilados dijadikan perpanjangan tangan kolonial untuk membantu mengelola pemerintahan, ekonomi, dan budaya lokal.
Menghilangkan Identitas Lokal: Dengan menggantikan budaya lokal dengan budaya Portugis, Portugal berupaya melemahkan resistensi terhadap kolonialisme.
Komponen Utama Kebijakan Asimilados
Pendidikan Kolonial
Pendidikan menjadi instrumen utama dalam kebijakan asimilados. Sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial dan misionaris Katolik mengajarkan bahasa Portugis, sejarah Portugal, dan nilai-nilai Kristen. Bahasa asli dan tradisi lokal sering kali diabaikan atau bahkan dilarang.
Agama Katolik
Penyebaran agama Katolik menjadi komponen penting lainnya. Gereja tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai pusat pendidikan dan indoktrinasi. Penduduk yang memeluk Katolik dianggap lebih "beradab" dan berpotensi menjadi bagian dari kelompok asimilados.
Budaya dan Gaya Hidup
Kebijakan asimilados mendorong penduduk lokal untuk mengadopsi gaya hidup Eropa, termasuk cara berpakaian, makan, dan bersosialisasi. Penduduk asli yang mampu menunjukkan perilaku seperti orang Portugis mendapatkan status sosial yang lebih tinggi.
Pengakuan Hukum dan Kewarganegaraan
Kelompok asimilados sering kali diberi akses khusus, seperti peluang kerja dalam administrasi kolonial, hak untuk memiliki tanah, dan pengakuan sebagai "warga negara Portugis." Namun, pengakuan ini datang dengan syarat bahwa mereka harus meninggalkan identitas asli mereka.
Dampak Kebijakan Asimilados
Polarisasi Sosial
Kebijakan ini menciptakan hierarki sosial yang jelas antara kelompok asimilados dan penduduk pribumi lainnya. Kelompok asimilados sering kali merasa superior terhadap sesama pribumi, sementara penduduk yang tidak diasimilasikan dianggap tidak beradab atau tertinggal.
Erosi Identitas Lokal
Kebijakan ini menyebabkan hilangnya tradisi, bahasa, dan budaya lokal di kalangan kelompok asimilados. Generasi muda yang diasimilasikan lebih mengenal sejarah dan budaya Portugal daripada warisan leluhur mereka sendiri.
Pemerintahan Kolonial yang Stabil
Kelompok asimilados menjadi alat efektif bagi pemerintah kolonial untuk memperkuat kekuasaan mereka. Mereka sering kali mendukung kebijakan kolonial karena loyalitas mereka telah "dibeli" melalui pendidikan dan akses sosial-ekonomi.
Ketergantungan Psikologis pada Portugal
Kelompok asimilados sering kali mengembangkan ketergantungan emosional dan psikologis terhadap Portugal. Mereka menganggap Portugis sebagai simbol modernitas dan kemajuan, sementara budaya lokal dianggap inferior.
Warisan Asimilados di Timor Timur
Warisan kebijakan asimilados tetap terasa bahkan setelah era kolonial berakhir. Banyak tokoh dalam pergerakan politik seperti FRETILIN berasal dari kelompok yang diasimilasikan. Pendidikan dan pengaruh budaya Portugis membentuk cara pandang mereka terhadap dunia, yang membuat mereka sering kali lebih kritis terhadap pihak lain seperti Indonesia, tetapi cenderung lunak terhadap Portugal.
Ironisnya, mereka yang katanya memperjuangkan "kemerdekaan" dari Indonesia tetapi masih menunjukkan ketergantungan psikologis pada Portugal. Hal ini terlihat dari bagaimana mereka melibatkan Portugal dalam berbagai proses politik, seperti Jajak Pendapat tahun 1999.
Salah satu dampak paling mencolok dari kebijakan asimilados yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Portugal di Timor Timur adalah munculnya mentalitas superioritas di kalangan elit lokal. Hingga hari ini, di Timor Leste, banyak elit politik dan sosial yang merasa diri mereka lebih "Portugis" daripada bagian dari penduduk asli. Segala hal yang berhubungan dengan Portugal sering kali dipandang sebagai lambang keunggulan budaya dan negara ideal, yang menempatkan Portugal dalam posisi hampir "suci" di mata mereka.
Asimilados sebagai Alat Kolonialisme
Kebijakan asimilados adalah strategi kolonial yang berhasil menciptakan kelas elit lokal yang loyal kepada Portugal. Program ini tidak hanya mengubah identitas individu tetapi juga menciptakan dinamika sosial-politik yang terus mempengaruhi sejarah Timor Timur.Namun, terdapat juga tokoh pribumi yang menolak program ini, seperti Arnaldo dos Reis Araújo dan José Osório Soares, yang kemudian menjadi penggerak perjuangan integrasi dengan Indonesia.
Namun, kebijakan ini juga memiliki dampak destruktif yang mendalam. Ia menciptakan perpecahan sosial, menghancurkan identitas lokal, dan meninggalkan warisan ketergantungan psikologis pada mantan penjajah. Asimilados adalah bukti nyata bahwa kolonialisme bukan hanya tentang penguasaan fisik, tetapi juga penguasaan mental dan budaya.
Mengembalikan Jati Diri: Perjuangan Apodeti untuk Memerdekakan Timor Timur dari Penjajahan Mental
Karena itu, Apodeti melihat permasalahan yang mendalam dalam mentalitas yang telah terjajah selama lebih dari empat ratus tahun oleh Portugal dan berjuang untuk memerdekakan rakyat Timor Timur dari belenggu tersebut. Para pemimpin Apodeti, meskipun memiliki latar belakang pendidikan Portugis, menolak tunduk pada asimilasi yang dipaksakan oleh penjajah. Pendidikan yang mereka terima justru semakin menumbuhkan kecintaan terhadap jati diri dan budaya asli mereka, bukannya membuat mereka merasa lebih Portugis. Cita-cita integrasi dengan Indonesia muncul sebagai upaya untuk mengembalikan rakyat Timor Timur kepada akarnya, mengingat saudara-saudara mereka di Timor Barat yang masih mempertahankan keaslian sebagai orang Timor, tidak terkontaminasi oleh pengaruh penjajah. Hasil dari lebih dari empat abad penjajahan Portugis telah menciptakan generasi baru di Timor Timur yang jauh dari keaslian mereka, dan para pendukung Apodeti adalah orang-orang yang dengan tegas menolak model penjajahan yang merusak identitas mereka tersebut.