KETIKA TIGA PIHAK MENENTUKAN NASIB RUMAH TANPA MELIBATKAN PENGHUNINYA :Analogi Penyelesaian Konflik Timor Timur

 

oleh : Basmeri

Hingga hari ini, Integrasionis Timor Timur menolak hasil penyelesaian masalah Timor Timur yang didasarkan pada kesepakatan Tripartit antara Indonesia, PBB, dan Portugal pada tahun 1999. Kesepakatan tersebut dianggap tidak adil karena sama sekali tidak melibatkan perwakilan dari rakyat Timor Timur dalam prosesnya. Pandangan kami menyoroti sejumlah ketidakadilan dan inkonsistensi yang mendalam dalam proses tersebut, yang kami anggap telah mengabaikan hak-hak fundamental rakyat Timor Timur untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Kesepakatan Tripartit 5 Mei 1999 sama sekali tidak melibatkan satupun perwakilan dari Timor Timur. Tiga entitas—Portugal, PBB, dan Indonesia—telah membuat keputusan krusial tentang masa depan Timor Timur tanpa keterlibatan langsung dari rakyat Timor Timur sendiri. Ini merupakan pengabaian terang-terangan terhadap hak 'inalienable' (tidak dapat dicabut) rakyat Timor Timur untuk self-determination.

Untuk memahami dinamika kasus Timor Timur saya akan membantu menjelaskan ketidakadilan yang dirasakan oleh Integrasionis dengan analogi sederhana. Mari kita gunakan analogi mengenai rumah dan keluarga untuk mempermudah pemahaman.

Bayangkan sebuah rumah besar yang telah lama dihuni oleh sebuah keluarga. Suatu hari, ada dua tetangga dan seorang ketua RT yang berkumpul untuk memutuskan apa yang harus dilakukan dengan rumah tersebut. Rumah ini, meskipun merupakan milik keluarga, tidak melibatkan keluarga itu sendiri dalam proses pengambilan keputusan.

Kedua tetangga (Indonesia dan Portugal) dan ketua RT (PBB) memutuskan bahwa rumah ini harus diubah menjadi sebuah rumah baru dengan pengaturan tertentu. Namun, ada masalah: rumah ini masih dihuni oleh keluarga yang terpecah belah. Dalam keluarga tersebut, terdapat faksi-faksi yang saling berseteru mengenai bagaimana seharusnya rumah itu dikelola.

Tanpa melibatkan anggota keluarga yang sebenarnya, tetangga dan ketua RT sepakat untuk menyerahkan rumah ini kepada salah satu faksi dalam keluarga tersebut, yaitu faksi yang tampaknya lebih kuat dalam pertengkaran. Padahal, tidak semua anggota keluarga setuju dengan keputusan ini.

Keputusan itu diambil meskipun ada hak khusus milik keluarga untuk memutuskan sendiri apa yang terbaik bagi rumah mereka. Anggota keluarga yang merasa terpinggirkan dan tidak diikutsertakan merasa hak mereka diabaikan, karena mereka tidak pernah diminta pendapatnya atau diberi kesempatan untuk menyampaikan suara mereka.

Lebih jauh lagi, tetangga dan ketua RT tidak memiliki otoritas untuk memutuskan apa yang terjadi dengan rumah tersebut tanpa melibatkan pemilik sebenarnya. Mereka membuat keputusan tanpa pertimbangan yang adil dan tanpa menyadari bahwa mereka tidak seharusnya memutuskan untuk keluarga tersebut.

Ketika ketua RT kemudian datang dan memutuskan bahwa rumah ini harus diserahkan kepada salah satu faksi keluarga, proses ini tidak hanya melibatkan ketidakadilan dalam pemilihan faksi, tetapi juga menyelipkan ketidakadilan dalam cara keputusan itu diambil. Faksi-faksi lain yang juga memiliki hak atas rumah tersebut tidak diberi kesempatan untuk menyuarakan pendapat mereka atau berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

Hak untuk menentukan nasib sendiri adalah hak yang tidak bisa diambil atau diubah oleh pihak lain tanpa melibatkan pemilik asli. Dalam hal ini, hak keluarga untuk menentukan masa depan rumah mereka diabaikan.

Ini adalah contoh dari bagaimana keputusan yang tidak melibatkan pihak-pihak yang benar-benar terlibat dan berhak, dalam hal ini anggota keluarga rumah tersebut, dapat mengabaikan hak-hak mereka dan menimbulkan ketidakadilan. Dalam konteks Timor Timur, hal ini menggambarkan bagaimana proses yang seharusnya adil dan demokratis malah menjadi sebuah rekayasa yang mengabaikan hak-hak rakyat Timor Timur untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Untuk itulah, hingga hari ini, Integrasionis Timor Timur tidak merasa terikat dengan Kesepakatan New York 5 Mei 1999, karena mereka merasa tidak dilibatkan dalam proses tersebut. Bagi Integrasionis, hasil dan kelanjutan dari kesepakatan itu, termasuk pendirian negara Timor Leste yang diserahkan kepada salah satu faksi bertikai yaitu CNRT, dianggap ilegal. Bagi kami, rakyat Timor Timurhingga hari ini belum menentukan nasibnya sendiri.


Sumber

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama