Sebagai langkah untuk menanggulangi gangguan keamanan yang dilakukan Falintil yang membatalkan gencatan senjata pada Agustus 1983, maka Batalyon Infanteri Lintas Udara 502 yang saat itu bertugas di daerah Los Palos ikut menerima tugas tersebut. Akibat pembatalan gencatan senjata tersebut banyak anggota TNI yang berguguran termasuk sebuah tragedi di daerah Kraras. Padahal sebelumnya kedua pihak sepakat tidak mengadakan kontak tembak. Entah mengapa tiba-tiba Falintil membatalkan kesepakatan tersebut.
Satu tim kecil yang berjumlah 5 orang berkomposisi satu anggota berpangkat Pratu dan empat orang Prada ditugaskan mengendap di sebuah tempat dalam rangka menghadang Falintil. Tim kecil ini merupakan satu dari banyak tim yang malam tersebut disebar dan diperintahkan mengendap. Suparlan, saat itu yang berpangkat Prajurit satu mendapat tugas memimpin empat anggota berpangkat Prada. Posisi pengendapan dipilih dimana dapat menghadang rute perjalanan Falintil.
Masing-masing anggota dilengkapi senjata M-16A1 buatan Amerika Serikat. Tugas pengendapan memang menjemukan bagi orang awam. Di tempat tersebut, tim berdiam diri menjaga kerahasiaan menunggu waktu yang terus berjalan. Menjelang subuh, dalam keremangan dan agak samar terlihat enam Falintil berjalan. Hanya terlihat 3 pucuk senjata diantara mereka. Tim menunggu saat yang tepat untuk menembak.
Begitu masuk ke killing ground, rentetan senapan dari berbagai arah menerjang keenam Falintil tersebut. Mereka bertumbangan meregang nyawa. Pratu Suparlan sempat menyaksikan salah satu dari falintil tersebut yang sekarat menjemput ajal. Timbul rasa iba dan kasihan.
Sebagai manusia biasa hal itu dirasakan Pratu Suparlan yang memasuki dinas TNI-AD pada tahun 1978 ketika masih di bangku SMA. "Menyaksikan Fretilin yang sekarat itu membuat saya jadi shock dan selalu teringat kejadian tersebut. Lama saya bisa menghilangkan ingatan akan peristiwa tersebut. Atasan menenangkan saya. Akibatnya saya diistirahatkan dan tidak diikutkan ke pengendapan lagi. Saya hanya ditugaskan di markas, dan kadang main gitaran saja".
Ada juga peristiwa lain yang tidak dapat dilupakan Pratu Suparlan saat bertugas di Timtim pada tahun 1982/1983, yaitu saat peletonnya yang dipecah menjadi 3 regu mengalami kontak tembak dan salah satu temannya bernama Prada Darmaji yang bertugas sebagai cucuk/voorspit terkena tembakan dan meninggal dunia. Prada Darmaji adalah adik letting Pratu Suparlan dan berasal dari Jawa Timur. Selain berperang, Pratu Suparlan juga melakukan tugas non tempur seperti mengajar di sekolah dasar untuk anak-anak yang tidak mengenyam pendidikan layak pada saat itu.
Nara sumber : Serma Purn Suparlan/yonif linud 502/ asmil nusukan solo/ 11 juli 2013. Terakhir dinas di Kodim 0735/Surakarta.
SumberSumber