SIMBOL "KEPALAN TANGAN" FRETILIN 1975


Salah satu simbol FRETILIN 1975 adalah "mengangkat kepalan lima jari tangan" dalam setiap acara atau upacara resmi. Belum ada dokumentasi sejarah Timor-Leste yang secara tegas dan tertulis menyisahkan tujuan dari "kepalan tangan" tersebut pada eranya. Sementara yang diketahui sebagian besar masyarakat, khususnya masyarakat kecil, adalah semangat perjuangan kemerdekaan dengan lyric "Foho Ramelau".

Namun demikian, jika kita merujuk kepada sejarah dunia dengan sumber informasi yang terpercaya, maka simbol ini adalah "simbol komunisme", yang berarti: lima kelompok sosial (pemuda, tentara pembela sosialisme, buruh industri, petani dan para intelektual) dalam genggaman lima benua di Bumi untuk memimpin bangsa mencapai komunisme. Itu pengertiannya yang kemudian diwujudkan dalam "MANIFESTO COMUNISTA" Karl Marx dan Friedrich Engels. 

Hal tersebut diatas bisa dimaklumi sebab para intelektual "timoroan" era tersebut seperti Nicolau Lobato, Ramos Horta, Sahe, Borja dan lain-lain kebanyakan adalah cetakan-cetakan seminari katolik dengan kemampuan intelektual yang cukup tinggi dalam memahami konstelasi geo-politik dunia pada zamannya. Maka tidak mengherankan setelah invasi 1975, selama masa gerilya-nya, Xanana mempertegas ideologi Fretilin 1975  kedalam "Partido Marxista Leninista Fretilin (PMLF)" hingga reformasi-reformasi politik yang pernah dikisahkan dalam forum ini sebelumnya.

Ini hanyalah catatan kecil sejarah untuk kepentingan-kepentingan pengetahuan dan wawasan sejarah. Namun demikian, sebagai informasi tambahan saja untuk mencegah terjadinya "penyesatan berpikir' yang bisa mengarah ke hal-hal yang tidak diinginkan, maka perlu diketahui bahwa tujuan dan prinsip dari simbol ini tentu saja sudah tidak mungkin lagi dapat diterapkan pada negara Timor-Leste hari ini. Timor-Leste yang secara konstitusional telah lahir dengan sistem demokrasi multipartai yang dipelopori oleh Partai Fretilin yang kembali diorganisir pada tahun 2002 dengan perolehan suara 55 kursi di Majelis Konstituen, sesuai dengan amanat PBB tidak memungkinkan penerapan tujuan dari simbol ini selain untuk kepentingan-kepentingan bernostalgia dengan sejarah sambil menikmati secangkir kopi pahit.

Sistem politik-ekonomi Timor-Leste yang memungkinkan kebebasan kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi akan bersebrangan habis-habisan dengan doktrin komunisme. Sebab tujuan utama dari doktrin komunisme sendiri adalah mencapai sebuah masyarakat tanpa kelas sosial dimana tidak memungkinkan kebebasan kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi melalui sistem kediktatoran proletariat dalam sistem kepemilikan tunggal negara atas alat-alat produksi. Selain itu, kesimpulan ini sangat logis, sebab dalam implementasi doktrin komunis diperlukan adannya suatu "sistem kediktatoran proletar" dengan monopoli partai tunggal yang dikontrol sepenuhnya oleh Komite Pusat. Sementara itu, pada kenyataannya, dalam Konstitusi Timor-Leste pada pasal 156, nomor 1 (f) menetapkan secara tegas sistem multipartai itu tidak dapat direvisi (dirubah atau dihilanghkan) atau yang dalam ilmu hukum dikenal dengan istilah "cláusula pétrea". Jadi setiap paham apapun yang berpedoman pencapaian doktrin ini mulai dari tahapan-tahapan polítik kolektivisme, sosialisme, komunisme dalam sistem hukum Timor-Leste adalah sebuah bentuk p*lac*ran politik.

Dalam kaitannya dengan era saat ini, doktrin komunis ini tidak memungkinkan kepemilikan pribadi setiap perusahan-perusahan jasa seperti contohnya Google, Facebook dan Youtub atas alat-alat produksinya. Dalam paham komunis semua alat-alat produksi harus sepenuhnya dkuasai dan dimiliki oleh negara sebagai satu-satunya pemilik tunggal alat-alat produksi untuk selanjutnya didistribusikan hasil produksi secara merata kepada masyarakat komunis yang hidup tanpa kelas sosial. (Jadi jikalau "mengangkat kepalan lima jari tangan" sambil bermain Facebook atau WhatsApp akan berdosa kepada kebenaran ideologi masyarakat komunis, apalagi menginginkan koalisi politik dengan para "companheiro" akan berujung pada sebuah "antagonisme mutlak" dan terjadinya "logical fallacy", repot jadinya).


Sumber

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama