A revolutionary bandit, so he claims he was. He did it by ‘persuading’ prominent and powerful Indonesians for the sake of liberating his homeland. Luciano de Conceicao aka @Timor Maubere, member of clandestine youth-student movement Renetil, was active in Jakarta and Europe throughout the 1990s. In 1995 hé and his friends succeeded to humiliate Soeharto in front of international media at Zwingler Museum in Dresden, Germany. He is now a diplomat. His memoir will be published next year.
Tahun 1990an, baginya, merupakan tahun petualangan di Jakarta dan Eropa. Petualangan seringkali sekaligus menjadi tahun-tahun kebangkitan dan pemberontakan sipil. Hal itu menjadi niscaya bagi generasi pemuda asal Timor Leste sejak negerinya digerayangi (1974), diserbu (1975), diperangi (1975-79) dan dijajah (1980an-1990an) oleh tentara Indonesia. Luciano de Conceicao aka Timor Maubere menyebut tahun-tahun petualangannya di Jakarta itu sebagai masa dirinya berperan selaku "bandit revolusioner".
Tipu-tipu kiri dan kanan
Pejabat2 tinggi dan aktivis serta intelektual di masa Orde Baru itu dilobbynya - demi informasi, perlindungan dan bantuan keuangan. "Tipu-tipu itu perlu untuk survive dan melawan. Itu tipu-daya kelas tinggi!" tegasnya. Diam-diam dia salahsatu anggota Resistência Nacional dos Estudantes de Timor-Leste (Renetil), organisasi pemuda Tim-Tim klandestin yang bangkit akhir 1980an dan meningkat sejak pembantaian St. Cruz (1991) untuk membela hak kemerdekaan negerinya - semacam kebangkitan pemuda Indonesia eks-kamp dan eks-tentara Jepang, yang bangkit di tahun 1940an melawan kembalinya tentara Belanda.
Tapi Luciano dan teman-teman Renetil-nya bergerak di kota-kota di Jawa dan Eropa. Suatu kali rencana mereka untuk beraksi di bandara batal, karena perintah dari hutan untuk menjadikan KTT APEC (1994) jadi sasaran utama.
Dresden
Aksi pendudukan kedubes asing di saat KTT APEC itu membawa diri dan teman-temannya menjadi pengungsi dibawah organ PBB dan diselamatkan ke Eropa. Tiba di Belanda Luciano, berkat gaya rambutnya, dikenal sebagai 'Ruud Gullit', pesepakbola tenar Belanda. Kegiatan politiknya berlanjut di kota-kota besar di Eropa.
Dia, dan cum-suis-nya inilah, yang membuka tragedi Matebian, di Anjeliersstraat, Amsterdam, kepada Ranesi (Radio Nederland Siaran Indonesia). Selaku pemuda usia 10-20an dia dkk. pada akhir 1970an direkrut jadi TBO (Tenaga Bantuan Operasi) untuk mengangkut senjata, peluru, dll bersama ABRI. Mereka menjadi saksi derita dan kekejaman tentara invasi.
Kelak, di Hannover, bersama aktivis-aktivis lokal dan Indonesia, dia berdemo saat kunjungan Presiden Soeharto dan Menristek, kelak Wapres B.J. Habibie di Hannover (1995). Puncaknya: bersama teman-temannya, di Museum Zwinger, Dresden, dia menggebuk kepala Soeharto dan pejabat-pejabat lain dengan gulungan koran. Radio Nederland pertama kali menyiarkannya dari Dresden.
Kini, seperti banyak rekannya, dari ulah "bandit revolusioner" dia beralih menjadi diplomat Timor Leste, pernah menjadi Konsul Jenderal Timor Leste di Sydney, Australia. Kisah petualangan dan perjuangannya akan terbit sebagai buku tahun depan.
Foto: saat mampir di Bendungan Hilir, Jakarta, pekan lalu. Cc. Tri Agus Susanto Siswowiharjo, Yeni Rosa Damayanti, Honey Boney alias RoyP