Kakek bertubuh kecil dan berkumis tebal ini masih terus mengendarai Vespa kesayangannya. Akar bahar melingkar di tangannya yang walau sudah keriput, namun menyisakan bukti kerasnya latihan yang pernah dijalaninya. Tidak ketinggalan, empat batu akik melingkar di jarinya.
Sebagai prajurit baret jingga, Hengky banyak menghabiskan masa penugasannya di Yonko 462 sebagai jumping master.
Hengky yang lahir pada 8 April 1946, memutuskan menjadi prajurit PGT tahun 1963. Ia kemudian mengikuti sekolah Komando Kopasgat tahun 1972. “Saya pensiun tahun 1998 dan terakhir di Depodiklat,” katanya.
Sebagai jumping master, beberapa kali Hengky mengikuti latihan dengan negara asing. Seperti dengan Malaysia, Amerika Serikat, dan Australia.
“Saya pernah dinas di Natuna selama enam bulan tahun 1983, tugasnya menangani banjir pengungsi Vietnam ke wilayah Indonesia,” ucapnya.
Sekilas dalam kebersamaan kami di Bale Gede, Hengky menceritakan tentang keluarganya. Hengky yang berasal dari Alor di Provinsi Nusa Tenggara Timur, sempat tinggal di Sintang, Kalimantan Barat.
“Orang tua saya jadi tentara Belanda dan tugas di sana, ibu saya orang Jawa,” ulas Hengky sambil memperlihatkan foto-foto keluarganya.
Namun, kata Hengky, setelah penyerahan kedaulatan Belanda pasca Konferensi Meja Bundar, orang tuanya memilih kembali ke Alor. “Bapak saya ditawarkan ikut ke Belanda, tapi tidak mau, ia lebih milih pulang kampung,” tutur Hengky.
Seperti apa perjalanannya dalam foto, mari disimak.