Kisah tentang Operasi Seroja yang dimulai pada Minggu pagi, 7 Desember 1975 di Dili, lazim hanya dikenal dari penerjunan Nanggala V Kopassandha, Brigif 17 Linud dan Brigif 18 Linud Kostrad. Tidak banyak kisah dari satuan lain terungkap, yang sejatinya peran mereka tidak pula kecil.
Seperti kita ketahui, Operasi Seroja dibuka dengan bombardemen kapal perang TNI AL di lepas pantai Dili.
Empat kanon 100 mm dan delapan kanon 57 mm dari KRI Ratulangi memuntahkan peluru ke arah perbukitan selatan Dili.
KRI Martadinata dan KRI Barakuda menyusul menembakkan kanon 76 mm, diikuti tembakan kanon Bofors laras ganda 40 mm dari KRI Jaya Wijaya.
Tak lama berselang, air controller Kolonel Pnb Susetyo yang terbang dengan pesawat C-47 Dakota, memerintahkan kepada Markas Komando di KRI Ratulangi untuk menghentikan tembakan karena Rajawali Flight akan segera tiba.
Dari ketinggian 5.000 kaki di atas Pulau Atauro, 23 km dari Dili, formasi sembilan pesawat C-130 Hercules terlihat menerjunkan pasukan infanteri Linud.
Peran Armed
Setelah upacara Hari Artileri pada 4 Desember 1975, satu Baterai Armed 12 Para dengan komandan Kapten Art Pardiman Santoso dan perwira baterai Lettu Art Yan Louhenapessy diperintahkan untuk mengikuti apel luar biasa. Batalyon Armed 12 Para/ Angicipi berlokasi di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Dalam apel tersebut keduanya menerima perintah untuk melaksanakan persiapan pemberangkatan ke daerah operasi di Timor Lorosae. Kepada keduanya dikatakan bahwa mereka akan diberangkatkan secara gabungan dari Batalyon Armed 10 Para dan Batalyon Armed 12 Para, Resimen Armed 2 Kostrad.
Mereka diperintahkan untuk mengecek senjata organik masing-masing dan mempersiapkan empat pucuk meriam gunung M-48 kaliber 76 mm yang dibeli dari Yugoslavia.
Esok harinya dilakukan persiapan perlengkapan tempur pribadi. Rencananya, Baterai B Yon Armed 12 Para akan melaksanakan penerjunan bersama Brigif Linud 17 di daerah sasaran yang sudah ditentukan.
5 Desember 1975, seluruh personel Baterai sudah dikonsinyir. Kesemuanya berada di satu tempat di dalam Benteng Asrama Yon Armed 12 Para sambil mengecek perlengkapan kesiapan operasi.
Karena tempat konsinyir tidak terlalu jauh dari perumahan tempat tinggal anggota, apa yang terjadi esok harinya? Ibu-ibu dan anak-anak berbondong-bondong datang ke Benteng untuk melihat ayah mereka. Keluarga-keluarga kecil itu saling membuat salam perpisahan.
Sekitar pukul 19.00, seluruh anggota keluarga yang tengah berkumpul diminta untuk kembali ke rumah masing-masing karena pasukan akan melakukan pengecekan terakhir.
“Istri saya tidak datang karena rumah hanya 300 meter dari gerbang Batalyon,” ujar Mayjen TNI (Purn) Yan Louhenapessy membuka kenangannya.
Pukul 21.00, Yan menyempatkan pulang ke rumah untuk berpamitan dengan istrinya Hariyati. Mereka berdoa memohon keselamatan kepada tuhan. Ada rasa berat di hatinya, namun sebagai prajurit sudah terpatri di hatinya bahwa tugas negara di atas segala-galanya.
Yan harus meninggalkan istri yang sedang hamil dua bulan anak kedua mereka. Anak pertama laki-laki baru berusia satu tahun, lahir persis akhir Desember 1974. Rumah mereka berada di Jalan Diponegoro, Ngawi.
“Sebelum kembali, saya berpesan kepada istri untuk tidak tidur sampai konvoi yang akan berangkat lewat di depan rumah,” imbuh alumni Akmil 1971 ini.
Barulah pukul 24.00 konvoi pasukan meninggalkan markas menuju Lanud Iswahjudi untuk diangkut pesawat Hercules. Ratusan pasang mata melepas kepergian suami dan ayah yang mereka cintai.
Di Lanud Iswahjudi sudah menunggu pesawat C-130 Hercules yang akan mengangkut pasukan Yonif Linud 501 dan Armed 12 Para. Pasukan ini akan diterjunkan di Dili.
Operasi penerjunan Armed 12 yang seharusnya menggunakan pesawat Hercules dari Madiun, berubah di tengah jalan. Perintah terbaru untuk Baterai Armed yang berkekuatan empat pucuk meriam itu adalah diberangkatkan menggunakan kapal perang dari Tanjung Perak menuju Baucau, dimana pasukan Marinir mendarat terlebih dahulu bersama tank amfibi.
Pasukan pun menuju Tanjung Perak, Surabaya dan mendengar bahwa pada 7 Desember 1975, pasukan Yonif 501 sudah diterbangkan menuju Timtim. Mereka langsung naik ke kapal beserta empat pucuk meriam.
“Kalau tidak salah LST KRI Teluk Langsa,” ujar Yan.
Batalyon Armed 10 Para telah tiba sehari lebih awal dengan menggunakan KM Bogowonto. Pasukan sudah mendarat dan menduduki bekas asrama musuh di Baucau.
Kapal berlayar menuju pantai Baucau yang berada di sebelah timur Dili. Pada saat KRI Teluk Langsa mendekati Baucau, berjumpa dengan LST lain yang akan mendaratkan tank amfibi Marinir di Baucau.
Pendaratan berjalan aman dan lancar bagi pasukan Armed. Karena Markas Brigif 17 dipimpin Kolonel Inf Sugiarto dan Kasbrig Letkol Inf Feisal Tanjung, Yonif Linud 328, dan satu tim Kopassandha dipimpin Lettu Inf Luhut Binsar Pandjaitan, sudah diterjunkan di pangkalan udara Baucau dan berhasil merebutnya.
“Saya sempat jumpa Bang Luhut di pantai setelah beliau berhasil merebut Kota Baucau, sebelum beliau meninggalkan pantai,” kata Yan.
Bersamaan dengan pendaratan Baterai Armed 12 Para, juga didaratkan satu peleton tank amfibi pimpinan Kapten Mar Mardan. Malang tak dapat diraih, salah satu tank lengkap dengan seluruh anggotanya delapan prajurit Marinir, tenggelam dan tidak diketemukan sampai saat ini.
Setibanya di Baucau, Baterai Armed 12 Para bergabung dengan Yon Armed 10 Para pimpinan Letkol Art Amir Singgih. Segera dilakukan konsolidasi untuk meningkatkan efektivitas Baterai Armed 12 dengan Dua pucuk meriam dipimpin komandan baterai, tetap di Baucau dan BP kepada pasukan cadangan.
Sementara dua pucuk lagi dipimpin Perwira Baterai Lettu Art Yan Louhenapessy, di-BP-kan ke Brigif 17 bersama satu Baterai Armed 10 pimpinan Kapten Art Dahlan.
Yang menjabat Perwira Penghubung Armed ke Brigif 17 adalah Lettu Art Zainuri Hasyim, seangkatan dengan Yan.
Karena pasukan Yonif 330 pimpinan Letkol Inf Slamet dengan wakil Mayor Inf Muzani Syukur tertahan di Letter S selama 6 hari, dibentuk lah Satgas yang diperkuat Yonif 310 dipimpin Letkol inf HBL Mantiri dengan wakil Mayor Inf Sudaryanto.
Bertindak sebagai Komandan Satgas Letkol inf Feisal Tanjung yang merupakan Kasbrig 17 Linud. Satgas ini bertugas menyerang ke selatan untuk merebut Venilale, Ossu, dan Viqueque.
Komposisi Seksi Armed dilengkapi dengan pengatur pimpinan penembakan dipimpin langsung oleh perwira Baterai, perwira peninjau Peltu Hadi, perwira amunisi Capa Suyono, perwira pengukur medan Peltu Sembiring, dan regu bantuan SMR (senapan mesin ringan) dipimpin Serma Sembiring.
Selang sehari pendaratan Baterai Armed 12, Armed Marinir kembali didaratkan di pantai Baucau.
“Saya berjumpa dengan Lettu Mar Tri Joko yang sudah almarhum,” kata Yan. Yan mengaku cukup akrab dengan perwira Armed Marinir ini, karena sama-sama mengikuti kursus dasar kecabangan artileri medan di Pusdik Armed TNI AD.
Kisah pertempuran
Banyak kisah pertempuran dialami Seksi Armed 12 selama beroperasi dari daerah Baucau menuju selatan. Di antaranya saat akan merebut Venilale yang masih berada di distrik Baucau.
Dalam operasi ini banyak jatuh korban dari pasukan infanteri. Salah satu penyebabnya adalah sulitnya merebut sebuah jalan tikungan menanjak berbentuk huruf S Fatumaca yang dipertahankan musuh mati-matian.
“Pasukan tertahan sekitar enam hari, pada hari ke-10 dibentuk Satgas Yonif 330 diperkuat Yonif 310 dengan Dansatgas Kasbrig 17 Letkol inf Feisal Tanjung untuk merebut letter S itu,” jelas Yan. Akhirnya pada hari ke-12, Kompi A Yonif 330 dipimpin Lettu Inf Siringoringo dan Kompi C dipimpin Lettu Inf Purnawa berhasil merebut Fatumaca.
Alumni Seskoad 1991 ini mengisahkan kesulitan pasukan untuk merebut Vanilale.
Seksi Armed masuk stelling pada posisi 3 tiga kilometer di daerah terlindung sebelum Letter S, untuk memberikan bantuan tembakan (Bantem) saat pasukan melakukan serangan.
Kondisi alam cukup menantang dan menanjak, dingin dan berkabut. Jarak pandang sekitar lima meter, sehingga sangat sulit untuk melakukan kontak dan pengecekan posisi pasukan kawan maupun anak buah.
Setelah merebut Venilale gerakan dilanjutkan untuk merebut Ossu. Dalam perebutan Ossu, gerakan pasukan infanteri juga tertahan karena musuh bertahan di sepanjang lereng Gunung Monte de Paira. Musuh juga bertahan di dalam bangunan bekas asrama.
Perebutan Ossu dimotori oleh Kompi A Yonif 310 dipimpin Lettu Inf Djoko Subroto dan Kompi C Yonif 330 dipimpin Lettu Inf Purnawa.
“Seksi Armed kembali berperan masuk stelling di persawahan Uma Ana Ico untuk memberikan Bantem saat merebut Ossu,” aku abituren Sesko ABRI 1994 ini. Setelah Ossu direbut, gerakan dilanjutkan merebut Viqueque.
Tank yang ditumpangi Komandan Satgas berhasil masuk dan merebut Kota Viqueque. Tugas pengamanan dan pembersihan sekitar Viqueque kemudian diserahkan kepada Yonif 310 dipimpin Letkol Inf HBL Mantiri.
Seksi Armed ikut di-BP-kan ke Yonif 310 untuk melakukan perebutan sasaran di sekitar kota dan lapangan terbang Viqueque. Tugas menduduki dan mengamankan lapangan terbang diserahkan kepada Seksi Armed 12 Para diperkuat dua tank amfibi.
“Dari hari ke hari kami menghitung korban pasukan infanteri yang berjatuhan terutama dalam perebutan Markas musuh Aloclaran posisi didaerah pegunungan. Karena korban terus berjatuhan Seksi Armed 12 diperintahkan untk full membantu,” urai Yan.
Karena jarak capai meriam 76 mm hanya 8.750 meter bila masuk stelling di Kota Viqueque, tidak bisa melindungi pasukan infanteri dalam perebutan Aloclaran. Karena itu Danyon 310 memerintahkan Seksi Armed untuk membongkar dua pucuk meriamnya untuk membantu gerakan pasukan infanteri agar dapat memenuhi jarak capai tembakan dalam perebutan sasaran.
Satu pucuk meriam dibongkar menjadi delapan bagian utama dan diangkut dengan enam ekor kuda. Empat ekor kuda lainnya untuk mengangkut amunisi.
Kemudian Seksi Armed masuk stelling dua kilomneter dari kota ke arah gunung. Dari posisi ini baru dapat melindungi Kompi Yonif 310 yang merebut Aloclaran. Dalam perebutan ini juga banyak jatuh korban.
Setelah perebutan Aloclaran, Seksi Armed diperintahkan menuju Pantai Beaco arah selatan Viqueque.
Seksi Armed Para akhirnya juga harus kehilangan satu orang prajuritnya yang tertembak saat embarkasi di pantai Beaco, Viqueque. Selama gerakan dari Baucau ke Viqueque, Lettu Yan Louhenapessy mendapat dua kali musibah.
Pertama, sakit di pencernaan hingga mengalami buang air besar berdarah. Menurut Yan, gara-garanya makan ikan asin saat magrib pakai asam jeruk besar, yang tahu-tahunya bukan asamnya yang dimakan tapi getahnya yang ditelan.
Kedua kalinya terkena ranjau buatan yang dikemas berbentuk kail atau pancing. Ranjau ini menghantam kakinya dan masuk ke dalam tulang kering. Karena dihantam ledakan ranjau, Yan sampai terlempar hingga tergantung di ketinggian sekitar dua meter dari permukaan tanah.
“Waktu ranjau dipaksa untuk diambil, saya pingsan dan baru sadar tengah malam sudah diamankan anggota di dalam gereja,” tutur Yan.
Persisnya 15 Agustus 1976, Seksi Armed diperintahkan naik kapal perang jenis LST KRI Teluk Amboina menuju Dili. Dua hari kemudian, 17 Agustus subuh, kapal tiba di Dili. Karena bertepatan dengan hari Kemerdekaan RI, hanya beberapa anggota saja yang bisa mengikuti upacara Kemerdekaan.
Setelah usai upacara, seluruh pasukan melakukan pengecekan terakhir untuk kembali ke Surabaya. Kapal berlayar dalam kondisi laut yang tidak bersahabat. “Syukur kepada Tuhan YMK, kami tiba di Tanjung Perak Surabaya dengan selamat pada 23 Agustus,” jelas Yan.
Sebagai perwira Armed, Mayjen TNI (Purn) Yan Louhenapessy, Sip dikenal luas di lingkungan Korps Armed. Yan tercatat sebagai peserta KRA Lemhanas 1999. Saat sudah pensiun, Yan sempat menjadi nara sumber pemisahan Armed dan Arhanud oleh Mabesad.
Seperti diketahui, Pussenart Kodiklat TNI AD kembali dipisah menjadi Pussenarmed dan Pussenarhanud pada 27 November 2006. Pemisahan ini berdasarkan Skep KSAD Nomor Kep/43/XI/2006 tanggal 27 November 2006.
Upacara pengesahan dilaksanakan di Mapussenarhanud Kodiklat TNI AD. Mapussenarmed tetap berkedudukan di Jl. Baros Cimahi. Sedangkan Mapussenarhanud di Jl. Sriwijaya Raya Cimahi.
Karena kreativitasnya yang tinggi, Yan juga meninggal jejak di Armed sebagai pencipta pataka logo Kesenjataan Artileri semasa Armed dan Arhanud masih satu atap. Lomba cipta pataka Pussenart ini diketuai oleh Mayjen TNI Syaukat Banjaransari. Pemenangnya dinobatkan oleh Brigjen TNI Rosadi Brataadisuria selaku Danpussenart.
“Pataka ini bisa dilihat di Pussenarmed di Cimahi,” aku putera Maluku kelahiran Saparua, 22 November 1948 ini.
Yan Louhenapessy pernah menduduki sejumlah jabatan di lingkungan TNI AD.
Di antaranya Komandan Baterai B Yonarmed 12 Para, Kasi Intel Yonarmed 10 Para, Dansat Susdanrai Pusdik Armed, Pabandyagal Sintel Dam VIII/ TRK, Dandim Pulau Buru, Dosen Seskoad, Wadirjianbang, Dankordos Seskoad, Dirjianbang Lemhannas RI, dan Staf Ahli Gubernur Lemhannas Bidang Stabilitas Nasional.
Operasi Baterai Armed 12 Para/Angicipi menjadi momen yang sangat berkesan di batinnya. Kenangan ini ditorehkannya ke dalam nama tengah putera keduanya Ariyan Dilli Louhenapessy yang lahir pada 22 Juni 1976.
Anak keduanya ini baru ditimangnya setelah kembali dari daerah operasi Timtim pada 25 Agustus 1976.
Mantan kapten Klub Sepakbola Benteng Putra di Kabupaten Ngawi ini pensiun pada tahun 2003 dan menerima tanda kehormatan negara sebagai Anggota Veteran RI.