REKONSILIASI KESIANGAN

 
dari Timtim Files:

Tulisan dari keturunan orang hebat di Apodeti ini merupakan reaksi terhadap usaha-usaha Presiden RDTL terbaru (Ramos Horta) dalam apa yang disebut sebagai Rekonsiliasi. Untuk soal inilah, di bulan Juli 2022, tokoh TDTL yang pernah meraih Hadial Nobel ini bertemu dengan berbagai pihak, diantaranya ialah degan tokoh-tokoh integrasi. Sekali lagi, tulisan ini muncul dalam melihat gejala tersebut. Selamat membaca. 


Sebuah Catatan kecil oleh Basmeri


Ramos Horta, Xanana dan pemimpin Timor Leste sudah salah sejak awal.  Sejak semula mereka tidak ada niat tulus. Karena doktrin mereka adalah perjuangan itu hanya milik mereka dan golongan mereka saja, sehingga hasilnya hanya mereka yg berhak menikmatinya. Jadi ketika mereka berhasil dengan perjuangan mereka, bagi mereka diluar mereka tidak berhak atas Timor Timur. 

Di era Integrasi hal ini tidak terjadi. Rakyat tidak terlalu saling mendendam. Meskipun ‘pemenang’ dari konflik adalah Apodeti, tetapi bisa kita temukan banyak dari ex Fretiliin boleh menikmati hasil Integrasi. Bahkan di awal Integrasi saja seorang ex Fretillin bisa menduduki posisi sebagai Bupati.

 Semua berawal sejak tahun 1975 ketika Pemerintahan Sementara Timor Timur dibentuk. Pemimpin PSTT saat itu Arnaldo dos Reis Araujo memberikan Amnesty Total kepada semua anggota Fretillin meskipun dia sendiri bersama kedua Putranya telah ditangkap, dipenjarakan dan disiksa Fretillin selama perang saudara.  Pada saat itu Arnaldo mengatakan: "seluruh rakyat tanpa pandang bulu, harus bersatu untuk suatu Timor Timur yang baru. Fretillin yg saat itu berada di hutan adalah saudara kita yang juga berhak dan wajib ikut memberikan konstribusi dalam membagun Timor Timur yg baru."

 Perang sudah berakhir dan seluruh rakyat Timtim adalah korban, bukan hanya satu partai atau satu golongan saja. Bahkan Arnaldo dos Reis Araujo harus kehilangan putranya yg dieksekusi Jose Aleksander ‘Xanana’ Gusmao di hutan. Saat itu yg ada dipikirannya menghukum mereka yg membunuh anaknya tidak jg akan menghidupkan putranya lagi. Karena itu dendam antara orang Timor harus segera dihentikan dan bukan dipelihara. Jika tidak selamanya orang Timor akan berada di dalam lingkaran setan konflik yg tak akan ada habisnya.

Namun yg terjadi di tahun 1975  berbeda dengan yg terjadi di tahun 1999, pemimpin di sana jutsru yg pertama membuat batasan dan memberikan stigma kepada mereka yg pro Integrasi. Sejak awal dibenamkan oleh mereka kedengkian dan stigma buruk untuk kelompok pro Indonesia yg dicap milisia atau otonomista. Inilah yg terus hidup dalam alam bawah sadar masyarakat sana. Sudah 23 tahun kedengkian itu masih ada. Tidak heran kalau kemudian sepulang dari Indonesia Ramos Horta menuai banyak protes dari rakyat di Timor Leste. Sikap  rakyat  disana adalah UNFORGIVEN terhadap rakyat Timtim di Indonesia yg semuanya dicap sebagai milisia dan otonomista (pendukung otonomi). Tidak heran kalau hingga hari ini kedengkian terhadap warga pro Integrasi masih hidup di hati warga Timor Leste. Dan Sekarang Ramos Horta berupaya menghilangkan itu? Sia-sia mencoba menciptakan Rekonsiliasi melalui acara seremonial dengan pertemuan antara elite, karena rakyat yg dibawah ini  sulit  saling memaafkan. Karena pemimpin di sana sejak semula sudah menanamkan di relung hati yg terdalam setiap insan Timor Leste virus kebencian terhadap rakyat Pro Integrasi. Katakanlah Ramos Horta sekarang lebih bijak dan secara tulus mau membangun perdamaian antar sesama orang Timtim, namun itu sudah terlambat, Ini ibarat  menabur bibit kamboja dan berharap menuai Apel. Horta  menabur kebencian di tahun 1999 dan berharap menuai perdamaian ditahun 2022?!.



Catatan:

Tulisan ini tersebar di grup WA Integrasionis

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama