Berdasarkan amanat KETETAPAN MPRRI NOMOR VI TAHUN 1978, Politik Indonesia di timor-timur ternyata adalah memang politik integrasi bukan penjajahan.
Beda dengan politik imperialisme+kolonialisme, Dalam politik integrasi tidak ada upaya penguasaan wilayah atas dasar penghisapan sumber daya untuk mengambil keuntungan bagi negeri induk, perbudakan, tanam paksa, atau diskriminasi etnis antara yang menguasai dan yang dikuasai, tidak ada perlakuan sosial yang merendahkan etnis Timor terhadap etnis diluar Timor, tidak ada perbedaan perlakuan hukum atas kedudukan warga negara antara warga negara indonesia diluar timor-timur dengan warga penduduk Timor Timur.
Hal yang membedakan politik penjajahan yang umum dilakukan oleh negara-negara Eropa dibanding dengan politik integrasi Indonesia adalah terdapatnya unsur permintaan orang Timor sendiri untuk meminta masuk bergabung kedalam negara Republik Indonesia, sedangkan dalam sejarah, tidak pernah ada suatu bangsa mengundang penjajah untuk datang dan masuk menguasai negerinya.
Walaupun fakta bahwa terjadi perang, hal itu bisa dimaklumi terjadi karena adanya kelompok minoritas yang melakukan perlawanan bersenjata.
Dengan politik integrasinya, Indonesia terpaksa menjalankan dua peran penting, yaitu peran stabilitas keamanan dan menyelenggarakan pembangunan.
Di satu sisi, untuk menegakkan stabilitas keamanan, terbukti Indonesia mampu mengatasi gerakan bersenjata dengan baik sehingga kelompok perlawanan bersenjata mampu diisolasi di tempat yang terkontrol jauh dari masyarakat sipil pendukung integrasi.
Di sisi lainnya , Indonesia berhasil membangun soliditas yang utuh dan baik dengan kelompok integrasionis yang merupakan representasi mayoritas rakyat Timor Timur, yang dengan support penuh dari indonesia, mereka dengan tenang mampu menyelenggarakan pemerintahan daerah untuk menjalankan program pembangunan dan dapat menjalankan pemerintahan daerah dengan baik.
Politik integrasi Indonesia di Timor Timur sangat jauh dari karakter penjajahan, karena munculnya ciri khas yang kuat dari komitment integrasi itu, yaitu Ketika warga indonesia diluar Timor Timur melaksanakan program pembangunan dan menikmati fasilitas, subsidi dan pelayanan dari pemerintah, maka warga Timor Timur pun mendapat perlakuan yang sama dengan warga Indonesia lainnya diluar Timor Timur dalam segala bidang dan aspek kehidupan.
Politik integrasi itu memiliki dasar dan fakta hukum yang kuat karena ditetapkan melalui tap MPR, yang wajib harus dijalan kan pemerintah dibawah Presiden Soeharto, dan Presiden Soeharto berhasil mempertahankan dan menjalankan amanat itu hingga kedudukannya sebagai presiden berakhir.
Bukti keberhasilan politik integrasi adalah tumbuh pesatnya pembangunan di segala sektor, dan yang sangat menonjol adalah dihasilkannya ribuan tenaga sarjana orang timor, yang siap pakai untuk mengisi pembangunan di timor-timur.
Dari fakta2 diatas, maka dapat disimpulkan bahwa orang yang masih menyebut Indonesia sebagai penjajah adalah orang yang memang punya kepentingan untuk memaksakan munculnya sebutan itu, meskipun harus beresiko terlihat sebagai orang berkedangkalan fikir, yang mempertontonkan kerendahan kemampuan analisisnya, juga teridentidikasi sebagai orang yang tidak bisa mencari literasi dan data yang relevan untuk menangkap esensi permasalahan masuknya dan keberadaan indonesia di Timor Timur.
Kalau sampai sekarang mereka masih gagal Memahami situasi dan perbedaan antara politik integrasi indonesia dan politik penjajahan, maka bisa di pastikan mereka juga akan gagal memahami dan gagal menyusun pondasi dan kerangka kebenaran dijalan sejarah bangsanya sendiri.