Seperti juga pada hampir setiap perjuangan besar, maka perjuangan gabungan Apodeti, UDT, Trabalista-Kota untuk membebaskan Timor Timur dari cengkeraman penjajahan Portugal dan dari terror Fretilin, ternyata juga diwarnai oleh adanya petualangan dan pengkhianatan. Yaitu petualangan dan pengkhianatan Jose Martins tokoh pertama dan Ketua Partai Kota yang sekian jauh turut di dalam gerakan gabungan Apode ti-UDT-Trabalista-Kota, tetapi kemudian menyeberang berfihak kepada Fretilin hanya sekedar karena "uang".
Menelusur riwayatnya, jelas sekali bahwa sebenarnya Jose Martins bukanlah seorang pejuang yang mendukung cita-cita besar. Ia adalah seorang "pengejar uang" seorang pencari keuntungan uang dari setiap kesempatan yang memungkinkannya. Adalah sangat tepat apa yang dikatakan oleh Ir. Mario Carrascalao salah seorang pemimpin PSTT dalam suatu konperensi persnya di Jakarta, bahwa Jose Martins tidak lebih dan tidak kurang adalah seorang 'Pencari uang'.
Seperti yang diterangkan oleh Ir. Mario Carrascalao lebih lanjut, bahwa Jose Martins sebenarnya bukan orang yang tahu dan bisa merasakan apa yang dikehendaki oleh rakyat Timor Timur. Ia beberapa bulan saja di Timor Timur, sebelumnya ia ada di Portugal selama lebih dari 30 tahun, bahkan lahir di Portugal juga. Ia mendapat kepercayaan menduduki tempat penting di dalam PSTT dan sebagai salah seorang yang menandatangani "Proklamasi Penggabungan dengan RI'' hanya karena sebagai kemenakan H. Martins salah seorang tokoh Apodeti, dan juga karena pinternya ia berbicara serta berkedok sebagai seorang pejuang.
Menurut pengakuannya sendiri, ia dilahirkan di Lisabon pada tahun 1941 dan juga dibesarkan di Lisabon. Ayah nya adalah seorang bekas Liurai Ermera yang dibuang oleh pemerintah Timor Timur ke Portugal. Sedangkan ibunya seorang Portugis. Ia juga mengaku pernah menjadi mahasiswa kedokteran di Lisabon, tetapi tidak berhasil menamatkannya. Selama tahun-tahun terakhir ia bekerja sebagai wartawan (freelance) di Lisabon. Sebelum KBRI di buka di Lisabon, Jose Martins pernah mendatangi Kedubes AS di Lisabon. Ia menunjukkan sikapnya yang anti terhadap faham komunis, dan meminta perhatian kepada AS terhadap usaha-usaha infiltrasi komunis di Timor Timur. Ia juga mengharapkan bantuan materiil dari Kedubes AS untuk usaha-usahanya mencegah meluasnya pengaruh komunisme di Timor Timur tetapi tidak mendapatkan tanggapan seperti yang diharapkan.
Setelah KBRI di Lisabon dibuka dan masih berkantor sementara di Hotel Sheraton, Jose Martins pada pertengahan bulan Maret 1975 telah mendatangi KBRI dan memperkenalkan diri sebagai seorang putra Timor Timur yang ingin berbicara tentang perkembangan situasi politik di Timor Timur serta mengemukakan penilaiannya tentang langkah-langkah yang sedang dan akan ditempuh oleh pemerintah Portugal. Adapun pokok-pokok pikiran yang dikemukakan adalah :
la kurang percaya bahwa pemerintah Portugal secara sungguh-sungguh mempersiapkan proses dekolonisasi Timor Timur. Untuk itu ia akan/ingin menciptakan suatu situasi yang akan dapat memaksa pemerintah Portugal mempercepat proses tersebut, dan bila perlu dengan kekerasan. Dikatakannya juga bahwa ia merasa sependirian dengan Apodeti dalam tujuan perjuangannya yaitu integrasi dengan RI. Tetapi ia mempunyai cara berbeda dalam perjuangan. Sebab itu, ia untuk sementara tidak mau bekerja-sama dengan Apodeți, terutama karena tidak menyukai beberapa pimpinan dalam Apodeti.
Kepada Jose Martins dikemukakan oleh fihak Kedubes RI, bahwa missi KBRI adalah memelihara hubungan baik dengan pemerintah Portugal. Karena itu tidak sepantasnya KBRI mencampuri urusan dalam negeri Portugal. Memang benar bahwa setiap usaha yang ingin menyokong perjuangan. Apodeti akan disambut dengan baik, tetapi semuanya itu harus dilakukan secara legal dan tanpa mengingkari hubungan baik antara Portugal dengan Indonesia, serta tidak berlawanan dengan tatakrama politik dan diplomatik internasional. Oleh fihak KBRI juga diyakinkan kepada Jose Martins, agar ia melepaskan rencananya untuk nimbulkan pengacauan di Timor Timur. Lebih baik cita-citanya diperjuangkan melalui cara-cara politis dengan mengadakan kerjasama dengan fihak-fihak yang sehaluan.
Permulaan' bulan April 1975, Jose Martins berkunjung lagi ke KBRI untuk memperkenalkan seorang teman yang baru tiba dari Dili, bernama Thomaz Ximenes. Dikatakannya ia adalah seorang pimpinan dari partai APMT (Associacao Pupular Monarquica Timorense) yang dibentuk sejak tanggal 8 Nopember 1974 tetapi belum memperoleh pengakuan dari pemerintah Timor Timur karena tidak dapat memenuhi tuntutan untuk membuktikan jumlah pengikutnya. Menurut pengakuannya, Thomaz ke Lisabon untuk berobat, sambil memanfaatkan waktunya selama berada di Lisabon untuk memperjuangkan kepentingan politiknya. Beberapa hari kemudian mereka kembali ke KBRI dengan membawa uraian tertulis disertai selebaran tertanggal 20 Februari 1975. Adapun isi selebaran tersebut pada dasarnya menyatakan tekad perlawanannya terhadap Fretilin dan UDT yang dinilainya sebagai antek kolonialis. Dinyatakan cita-citanya adalah kemerdekaan dan mempertahankan tradisi dan struktur demokratis yang ada dalam budaya yang hidup pada rakyat Timor Timur. Selain itu juga ditekankan tekad perlawanannya terhadap faham komunisme yang disusupkan ke Timor Timur. Sedangkan mengenai Apodeti, dikatakannya sebagai partai yang cocok dengan perjuangan APM dan berbeda dengan Fretilin serta UDT yang didominir oleh orang luar, dan bukan orang-orang pribumi.
Akhir April 1975, mereka datang lagi ke KBRI dan menyampaikan suatu rancangan organisasi politik baru yang akan diusahakan memperoleh pengakuan dari pemerintah Timor Timur untuk diperkenankan mengadakan kegiatan di samping partai-partai politik lainnya yang sudah diakui di Timor Timur. Dari isi naskah anggaran dasar dan press statement yang dibawa itu, dapat disimpulkan pendirian politiknya adalah sebagai berikut:
a. Partai politik baru yang didirikannya itu bernama KOTA (Klibur Oan Timor Aswain- Perhimpunan masyarakat pahlawan Timor), yang merupakan partai dengan watak dan ciri khas Timor dan berjuang untuk mempertahankan identitas stiku Timor.
b. Mengakui Apodeti sebagai organisasi politik pribumi yang asli dan mempunyai pendirian yang berlawanan dengan partai Fretilin dan UDT.
c. Berpendirian bahwa berdasarkan pertimbangan geopolitik, RI adalah fihak yang pertama-tama harus dimintai pendapatnya dalam setiap pembicaraan tentang hari depan Timor Timur. Sedangkan berdasarkan hubungan historis, kulturil dan ethnis, perlu mengadakan persahabatan yang akrab dengan RI.
d. KOTA akan segera memulai dengan kegiatan politiknya dengan atau tanpa pengakuan dari penguasa.
Anggaran dasar dan press statement tersebut, pada tanggal 13 dan 19 Mei ternyata termuat dalam suratkabar "Diario Popular" dan "Republica" yang terbit di Lisabon. Dalam tulisan-tulisan tersebut, selain dikemukakan pokok-pokok pendirian politiknya, mereka juga melakukan serangan-serangan terhadap Fretilin yang menurut mereka Fretilin telah menyalah-gunakan "Casa dos Timores" (House of Timor) sebagai wadah untuk propaganda. Sedangkan fungsi gedung tersebut adalah tempat penampungan seluruh masyarakat Timor di Lisabon, yang tidak semuanya sependirian dengan Fretilin.
Awal bulan Juli 1975 ia pergi ke Timor Timur, yang merupakan kehadirannya yang pertama dan terakhir. Katanya dengan maksud untuk membuka keagenan suratkabar di Singapura dan di daerah-daerah sekitarnya. Tanggal 4 Juli 1975 Jose Martins mampir ke Kupang, menghadap Gubernur NTT menjelaskan tentang maksud kedatangannya ke Timor. Kepada Gubernur dijelaskannya, bahwa ia ingin membentuk partai KOTA di Dili. Dikatakannya, partai KOTA akan merupakan kawan seperjuangan bagi Apodeti, dan berfungsi sebagai alat untuk membina pandangan dunia internasional, terutama menghadapi tuduhantuduhan negatif yang ditujukan kepada Indonesia. Dalam melakukan program kegiatannya, diterangkannya bahwa Kota akan selalu mengadakan kontak dengan Apodeti.
Tetapi sebelum sempat memulai dengan gerakan-gerakannya, Timor Timur sudah menjadi sangat kacau berhubung adanya "kudeta" UDT yang kemudian disusul oleh offensif Fretilin yang dalam waktu singkat berhasil menguasai sebagian besar wilayah Timor Timur. Dalam keadaan serba kacau dan menciutnya terus-menerus dareah-darah UDT itu, Jose Martins dengan partai "Kota"-nya berhasil memanfaatkan situasi, bergabung bersama-sama UDT dan Trabalista membentuk "gerakan Anti-Komunis" atau MAC. Bahkan dalam kedudukannya sebagai Ketua partai Kota itu, bersama-sama dengan UDT dan Trabalista pada tanggal 7 September 1975, Jose Martins telah turut menandatangani proklamasi penggabungan kepada Indonesia di Batugede.
Dengan terbentuknya gerakan gabungan empat partai, Apodeti, UDT, Kota dan Trabalista, Jose Martins mendapatkan kedudukan yang cukup baik dalam PSTT sebagai wakil dari partai Kota. Bahkan pada tanggal 11 Desember 1975, bersama-sama dengan G. Goncalves dari Apodeti, dan Ir Mario Carrascalao dari UDT, Jose Martins diikut-sertakan ke dalam delegasi PSTT ke sidang Dewan Keamanan PBB, dalam rangka menghadapi kegiatan Fretilin di PBB. Didepan sidang Dewan Keamanan PBB pada tanggal 17 Desember 1975, Jose Martins menguraikan secara panjang-lebar keadaan Timor Timur dengan kekejaman dan kepalsuan claim Fretilin. Selain itu ia juga mengemukakan harapannya agar rakyat Timor Timur diberi kesempatan untuk melaksanakan hak menentukan nasibnya sendiri, dan memilih antara kemerdekaan atau integrasi dengan Indonesia.
Selesai menghadiri sidang Dewan Keamanan PBB, Jose Martins tidak ikut bersama-sama dengan rekanrekannya kembali ke Timor Timur. Ia memisahkan diri, dan katanya akan menuju ke Portugal untuk mengusahakan pengeluaran keluarganya dari Portugal. Untuk itu ia meminta biaya sebesar 2.000 dollar AS. Sejak itu ia menghilang dan tidak memberikan kabar-berita kepada rekan-rekannya di Timor Timur. Kemudian ternyata ia tinggal di Kassel Jerman Barat. Waktu bertemu dengan seorang petugas PMI di Kassel pada tanggal 21 Januari 1976, ia menyatakan rasa kekecewaannya terhadap personalia yang duduk dalam PSTT. Memang di dalam susunan kepemimpinan PSTT, Jose Martins tidak tercatat sebagai salah seorang tokoh penting.
Dalam bulan Februari 1975 ia muncul di London, dan pada tanggal 12 Frebruari 1976 ia mengunjungi "High Commission" Malaysia di London, menyatakan ingin berbicara dengan "High Commissioner" tetapi tidak diijinkan, dan hanya ditemui oleh seorang sekretaris II. Kepada pejabat tersebut ia mengaku berbicara atas nama UDT, Kota dan Trabalista, menyatakan bahwa Indonesia dilihatnya telah berubah sebagai ancaman. Dulunya Indonesia membantu ke arah selfdetermination, tetapi kemudian Indonesia memperlakukan Timor Timur sebagai sebuah provinsi Indonesia, demikian ia menerangkan. Oleh karena itu, ia meminta kepada, Malaysia, agar mengadakan pembicaraan dengan fihak Indonesia untuk memungkinkan melaksanakan self determination hingga terjadi semacam self protectorate. Diterangkan pula oleh Jose Martin, bahwa pada saat ia menghadiri sidang PBB dalam bulan Desember 1975, ia dihubungi oleh fihak RRC yang memperingatkan padanya, bahaya ikut campurnya fihak Uni Sovyet di dalam Fretilin. Fihak RRC, katanya mau mempertimbangkan bantuan dalam perjuangannya untuk merdeka. Lebih lanjut dikatakan oleh Jose Martins, bahwa bila Indonesia tidak menghentikan tindakannya dan tidak memperbolehkan rakyat mengatur negaranya sendiri ia akan meminta kepada blok komunis untuk meminta bantuan. Karena oleh fihak High Commission, yang dinilai "aneh" sebagai wakil UDT, Kota dan Trabalista, maka fihak High Commission tidak memberi komentar apa-apa dan hanya bersikap mendengarkan.
Rupa-rupanya, setelah mengetahui bahwa PSTT dianggap bukan kelompok orang-orang berduit yang dapat diperas semau-maunya, maka Jose Martins mencari obyek pemerasan baru. Kemudian ternyata, ia berada di Lisabon mendekati bekas Gubernur Lemos Pires. Bahkan kemudian ia berhasil dijadikan salah seorang pembantu Lemos Pires. Petualangan Jose Martins tidak hanya sampai sekian, kemudian atas sponsor kelompok Ramos Horta dengan pendukung-pendukungnya di Australia, Jose Martins mulai bertualang lagi, kembali ke New York. Kedatangannya di New York pada akhir April 1976 itu, dijemput oleh Ramos Horta di Airport. Sebelum keberangkatannya ke New York, ia telah mengadakan pertemuan-pertemuan dengan Alkatiri tokoh Fretilin di Lisabon. Sedangkan selama di New York, ia sering tampak mondar-mandir di gedung PBB bersama-sama dengan Ramos Horta.
Sesudah melengketi Lemos Pires, rupa-rupanya ia mendapat ide baru untuk membuat Fretilin dan sekaligus beberapa kalangan di Australia sebagai obyek pemerasannya. Sifatnya sebagai "Pengejar duit" nampak lebih jelas lagi, ketika ia sampai di New York akhir bulan April 1976 itu. Ia berusaha dapat bertemu pula dengan pejabat Perwakilan Tetap RI di PBB Kepada PTRI ia menyatakan bahwa kedatangannya di New York dibiayai oleh suatu kelompok tertentu. Tetapi, demikian ia menerangkan, bila fihak PTRI mau menanggung ticket dan ongkos-ongkos hotelnya, ia mau mengembalikan uang orang yang mensponsorinya. Dengan demikian ia akan menjadi bebas, dan akan mengatakan hal-hal yang tidak merugikan Indonesia serta perjuangan bekas kawan-kawannya di Timor Timur. Bahkan kemudian ia menanyakan pula, berapa fihak Indonesia sanggup membayar, seandainya ia kembali bekerjasama dengan fihak PSTT.
Sampai hari terakhir sidang Dewan Keamanan PBB, ternyata Jose Martins tidak mendapat kesempatan untuk berbicara. Sebelumnya ia menyatakan bahwa ia akan berbicara di depan sidang DK PBB dengan sponsor salah satu negara Afrika. Tetapi selama di New York, ia sempat bertemu dan berbicara dengan Duta Besar Australia di New York. Dalam pembicaraan yang memakan waktu kira-kira 40 menit itu, ia menerangkan kepada Dubes Australia tentang kematian lima orang wartawan Australia di Balibo 16 Oktober 1975. Dikatakannya kepada Dubes Australia, bahwa dua jam setelah kematian wartawan-wartawan itu, ia datang di Balibo Bahkan dikatakannya bahwa ia sempat mengambil tulang dari wartawan yang meninggal tersebut yang disimpannya sebagai souvenier. Selebihnya, apa yang diterangkannya tidak mengandung hal-hal yang baru yang belum diketahui.
Menanggapi keterangan Jose Martins kepada ÄŽubes Australia dan yang kemudian diterangkan pula pada beberapa kalangan di Australia, Ir Mario Carrascalao salah seorang pimpinan PSTT menyatakan dengan tegas bahwa "Jose Martins adalah pembohong besar". Dalam konperensi persnya di Jakarta tanggal 5 Mei 1976, Ir' Mario Carrascalao menerangkan bahwa Jose Martins baru tibadi Balibo pada tanggal 23 Oktober 1975, seminggu sesudah jatuhnya Balibo. Ia datang di Balibo bersama-sama dengan Guilherme Maria Goncalves dari Apodeti dan Lopez da Cruz dari UDT. Kunjungan ketiga orang ke Balibo itu atas permintaan pemerintah Indonesia untuk mencari jejak wartawan-wartawan Australia yang diduga berada di daerah yang baru saja direbut oleh pasukan gabungan dari gerombolan Fretilin. Untuk membuktikan kebenaran keterangannya itu Ir Mario Carrascalao menunjukkan sebuah dokumen yang ditandatangani oleh Guilherme Maria Goncalves, Lopez da Cruz, dan oleh Jose Martins sendiri. Adapun dokumen tersebut asli nya tertera di bawah ini:
[FOTO ada di Buku]
Lebih lanjut diterangkan oleh Ir Carrascalao bahwa dalam laporannya, Panglima Pasukan Gabungan di Balibo, Thomas Goncalves menjelaskan, ketika pertempuran merebut Balibo berlangsung, suatu serangan gencar datang dari sebuah rumah. Pasukan gabungan mengadakan serangan balasan dengan tembakan-tembakan senjata berat hingga rumah tersebut mengalami kerusakan hebat. Ketika pasukan gabungan menduduki dan memeriksanya diantara reruntuhan ditemukan 15 mayat di dalamnya. Diantara mereka terdapat orang-orang kulit putih. Mungkin mayat kulit putih tersebut adalah wartawan-wartawan Australia yang dicari atas permintaan pemerintah RI, tetapi mungkin juga bukan.
Demikian laporan Thomas Goncalves yang diungkapkan kembali oleh Ir Carrascalao dalam konperensi pers ter sebut. Berdasarkan laporan itulah maka, Guilherme Maria Goncales, Lopez da Cruz dan Jose Martins membuat statement yang ditandatangi pada tanggal 23 Oktober 1975 itu. Demikian Ir Mario Carrascalao.
Dari hal-hal diatas jelas sekali, bagaimana Jose Martins sebagai seorang "pengejar uang" melakukan peranan "ngibul" untuk bisa menarik dan mengeduk keuntungan-keuntungan materi dengan sikat-kiri sikat-kanan. Ia berusaha mendapatkan uang dari PTRI di New York dengan menyatakan keinginannya untuk kembali berjuang bersama-sama bekas kawan-kawannya di Timor Timur. Selain itu juga berusaha memeras PTRI dengan mengatakan ia tidak akan menyatakan hal-hal yang merugikan Indonesia di Dewan Keamanan PBB kalau mendapatkan penggantian uang ticket dan ongkos-ongkos hotel. la berusaha memberi informasi kepada Dubes Australia di New York tentang kematian lima wartawan Australia untuk mendapatkan uang juga. Untuk ini, ia tidak malu-malu berbohong hingga lupa adanya bukti-bukti yang cukup kuat untuk bisa mengungkapkan kebohongannya. Dengan keterangannya yang bohong itu, ia memang berusaha dapat menarik perhatian dari beberapa kalangan di Australia, hingga memungkinkan terbukanya lubang-lubang baru untuk melakukan pemerasan di Australia.
Rupa-rupanya usaha-usahanya tersebut memang tidak sia-sia. Hal ini ternyata kemudian ia pergi ke Australia atas undangan dan pembeayaan dari "Australia Journalists Association".
Pada tanggal 4 Mei 1976 Jose Martins tiba di Melbourne dan memberikan keterangan-keterangan palsu tentang kematian lima orang wartawan Australia di Balibo. Sementara itu, Ramos Horta pada tanggal 3 Mei 1976 juga telah sampai di Melbourne. Suatu insiden telah terjadi ketika Ramos Horta menolak untuk diperiksa badan (body search). Kedatangan Jose Martins jelas dimaksudkan oleh "Australia Journalists Association" untuk memberikan keterangan tentang kematian wartawan-wartawan Australia di Timor Timur.
Tetapi bagi Jose Martins sendiri, hal itu dimaksudkan untuk bisa mengeduk uang. Sedangkan bagi Fretilin dengan Ramos Horta-nya, hal itu dimanfaatkannya untuk menghangatkan kembali kegiatan-kegiatan proFretilin dan anti-RI di Australia.
Dari buku INTEGRASI - Soekanto dkk