Karena pemerintah Indonesia terus-menerus mendapatkan tekanan dari berbagai negara khususnya Australia, Presiden Baharuddin Jusuf Habibie memutuskan untuk mengadakan referendum di Timor Timur untuk mengetahui apakah rakyat Timor Timur menginginkan Timor Timur tetap menjadi bagian dari Republik Indonesia atau menjadi sebuah negara sendiri. PM Australia John Howard secara pribadi mendesak Presiden B. J. Habibie melalui sebuah surat untuk segera mengadakan referendum di wilayah bekas koloni Portugal tersebut. Amerika Serikat sebagai salah satu sekutu Australia turut menjatuhkan embargo militer kepada Indonesia. Tanggung jawab referendum tersebut nantinya diserahkan kepada PBB. PBB segera membentuk tim misi dan mengirimkan staf dan pasukan yang sebagian besar berasal dari Australia untuk melaksanakan dan mengawasi referendum di Timor Timur. Data-data kecurangan di bawah diperoleh dari situs milik UNTAS (Uni Timor Aswa'in, organisasi yang menghimpun orang-orang Timor Timur pro integrasi pasca referendum).
Kecurangan dalam Referendum
Misi PBB tersebut diberi nama UNAMET (United Nations Mission in East Timor). UNAMET dibentuk pada tanggal 11 Juni 1999 sebagai kelanjutan dari Perjanjian Tri Partit tanggal 5 Mei 1999. UNAMET menyusun tahap kegiatan referendum sebagai berikut :
1. Tahap pendaftaran (16 Juli hingga 10 Agustus 1999)
2. Tahap kampanye (11 hingga 27 Agustus 1999)
3. Periode tenang (28 hingga 29 Agustus 1999)
4. Tahap pemungutan suara (30 Agustus 1999)
5. Tahap penghitungan suara (31 Agustus hingga 6 September 1999 tetapi kemudian dimajukan hingga 3 September 1999)
Kecurangan-kecurangan yang menonjol sebelum pelaksanaan jajak pendapat :
1. Perekrutan local staff hanya diambil dari kelompok pro kemerdekaan atau masyarakat yang akan memilih opsi merdeka
2. Sebagian besar TPS dari 274 TPS dengan lebih dari 700 bilik suara terletak di dekat pemukiman-pemukiman masyarakat pro kemerdekaan
3. Tanggal 16 Juli 1999 di desa Ritabo kecamatan Maliana kabupaten Bobonaro, tiga anggota UNAMET memaksa masyarakat melepas baju-baju yang bertuliskan pro otonomi dan menurunkan bendera Merah Putih yang masih berkibar di rumah-rumah penduduk
4. Tanggal 20 Juli 1999 di desa Komoro kabupaten Dili, anggota UNAMET beserta para local staff-nya melakukan intimidasi dengan mengizinkan masyarakat mendaftar dengan syarat memilih opsi 2 (opsi merdeka)
5. Tanggal 27 Juli 1999 di desa Bekoli kabupaten Baukau, personel UNAMET no. Ran 303 menjelaskan kepada masyarakat setempat : "Kedatangan UNAMET ke Timor Timur adalah untuk memerdekakan Timor Timur, perang saudara akan terjadi di Timor Timur dan itu adalah biasa bagi negara-negara yang sedang dilanda konflik di dunia manapun."
6. Tanggal 5 Agustus 1999 di kabupaten Ainaro, UNAMET mengizinkan pembentukan dewan mahasiswa tanpa terlebih dahulu mendapatkan izin dari pemerintah daerah setempat
7. Tanggal 5 Agustus 1999 di kabupaten Bobonaro, seorang anggota UNAMET yang sedang menerima pendaftaran mengatakan : "Kedatangan UNAMET hanya untuk bekerjasama dengan FALINTIL, bukan dengan Indonesia."
8. Tanggal 8 Agustus 1999 di surat kabar lokal Timor Timur diberitakan tindakan-tindakan tidak terpuji para personel UNAMET yang memerkosa wanita-wanita Timor Timur
9. Tanggal 14 Agustus 1999 di desa Paragua dan desa Gulolo kabupaten Bobonaro, seorang personel UNAMET bernama Smith bersama rekan-rekannya menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah masyarakat pro otonomi dan mengatakan : "Apabila masyarakat tidak menurunkan bendera Merah Putih yang dikibarkan di rumah masing-masing, maka akan saya sobek dan kalau tidak, akan ada rombongan CNRT di belakang yang akan merobeknya."
10. Tanggal 28 Agustus 1999 di kabupaten Maliana, seorang anggota UNAMET bernama Peter Bartu asal Australia memutarbalikkan berita-berita mengenai kejadian-kejadian yang terjadi di Maliana hingga menyebabkan ketegangan antara pihak pro kemerdekaan dan pro otonomi.
Ada banyak tindakan kecurangan yang terjadi secara terang-terangan pada tanggal 30 Agustus 1999 (hari pemungutan suara). Berdasarkan laporan berbagai pihak, ada 29 macam kecurangan yang terjadi di 89 dari 274 TPS yang tersebar di 13 kabupaten di Timor Timur.
Macam-macam pelanggaran tersebut :
Dilakukan oleh UNAMET :
1. Mengintimidasi masyarakat untuk memilik opsi 2 (tercatat 20 pengaduan dari Dili, Suai, dan Ambeno)
2. Memercepat waktu pembukaan dan penutupan pemungutan suara (tercatat 5 pengaduan dari Dili dan Ermera)
3. Sejumlah kartu suara opsi 2 sudah dicoblos dan dipersiapkan tinggal dimasukkan ke kotak suara (tercatat 2 pengaduan dari Dili)
4. Sebelum pemungutan suara dimulai kotak suara tidak dibuka (tercatat 1 pengaduan dari Aileu)
5. Kotak suara telah diisi kartu-kartu suara sebelum pencoblosan dimulai (tercatat 2 pengaduan dari Los Palos)
6. Mengarahkan pemilih buta huruf dan lansia untuk memilih opsi 2 (tercatat 2 pengaduan dari Dili dan Los Palos)
7. Menolak POLRI mengawal kotak-kotak suara sebaliknya menggunakan CNRT untuk mengawal kotak-kotak suara (tercatat 1 pengaduan dari Dili)
8. CIVPOL (Civilian Police) menahan pemilih dengan alasan tidak jelas (tercatat 1 pengaduan dari Dili)
9. Memersulit wartawan Indonesia sebaliknya memermudah wartawan asing untuk meliput di TPS (tercatat 1 pengaduan dari Vikeke)
10. Tidak mengizinkan pemantau nasional sebaliknya pemantau internasional dapat dengan mudah mengecek bilik-bilik suara (tercatat 1 pengaduan dari Dili)
Dilakukan oleh local staff :
1. Memengaruhi bahkan memaksa para pemilih untuk mencoblos opsi 2 (tercatat 17 pengaduan dari Dili, Ermera, Ailiu, Maliana, dan Ainaro)
2. Mencoblos kartu-kartu suara dengan opsi 2 tanpa seizin pemilih (tercatat 3 pengaduan dari Los Palos dan Ermera)
3. Mengantar dan menunjukkan kepada orang-orang tua ke kotak suara untuk mencoblos opsi 2 (tercatat 1 pengaduan dari Dili)
4. Merampas kartu suara dan pemilih tidak diperbolehkan mencoblos (tercatat 1 pengaduan dari Ermera)
5. Membagikan kartu suara dan membisikkan agar memilih opsi 2 (tercatat 3 pengaduan dari Maliana dan Ambeno)
Dilakukan oleh FALINTIL :
1. Menghadang serta mengintimidasi masyarakat pro otonomi yang akan menuju ke TPS (tercatat 3 pengaduan dari Ermera dan Aileu)
2. Mengintimidasi dari belakang bilik suara untuk memilih opsi 2 (tercatat 2 pengaduan dari Ermera)
3. Show of force dengan menggunakan senjata di sekitar TPS untuk menakuti masyarakat agar memilih opsi 2 (tercatat 1 pengaduan dari Baukau)
Dilakukan oleh warga pro kemerdekaan :
1. Memblokade masyarakat pro otonomi menuju ke TPS (tercatat 1 pengaduan dari Dili)
2. Menjaga TPS dengan berseragam militer sambil membisikkan untuk memilih opsi 2 (tercatat 1 pengaduan dari Dili)
3. Mengarahkan / memengaruhi / memaksa memilih opsi 2 (tercatat 9 pengaduan dari Dili, Vikeke, dan Aileu)
4. Menyebarkan isu pelemparan granat agar masyarakat pro otonomi takut ke TPS (tercatat 1 pengaduan dari Suai)
5. Menyerang masyarakat pro otonomi sehingga mengungsi dan tidak memilih (tercatat 1 pengaduan dari Aileu)
Dilakukan oleh mahasiswa pro kemerdekaan :
1. Membagikan kartu suara ke rumah-rumah untuk memilih opsi 2 (tercatat 1 pengaduan dari Dili)
2. Memengaruhi masyarakat untuk mencoblos opsi 2 (tercatat 3 pengaduan dari Vikeke)
Dilakukan oleh turis / wartawan Australia :
1. Membawa satu bundel sampel suara yang opsi 2 telah dicoblos untuk diberikan kepada masyarakat (tercatat 1 pengaduan dari Suai)
Kartu suara salah cetak : tercatat 1 pengaduan dari Baukau
Aksi Protes terhadap PBB
Karena dianggap berpihak kepada pro kemerdekaan, empat kelompok pengunjuk rasa dengan jumlah pengunjuk rasa sekitar 300 orang mendatangi gedung PBB di Jalan M. H. Thamrin, Jakarta, untuk mendesak agar UNAMET mundur. Keempat kelompok pengunjuk rasa tersebut adalah PERKASA (Perjuangan Kedaulatan Rakyat), PERPENAS (Persatuan Pemuda Nasionalis), FCBL (Forum Cinta Bumi Lorosae), serta HUMANIKA. Di lain pihak, aparat keamanan dari POLRI sudah berjaga-jaga di depan gedung sambil membawa pentung dan tameng untuk mengantisipasi terjadinya kerusuhan.
Mereka mengadakan aksi demo di depan gedung PBB dengan membawa bunga anggrek dan poster bertuliskan "Ingat!! UNAMET curang", "UNAMET go to hell", "UNAMET war criminal in Indonesia", dll. Ada pula yang melampiaskan kekesalan dengan melemparkan telur busuk ke arah gedung PBB. Beberapa karyawan yang berada di dalam pagar terkena cipratan telur busuk. Para pengunjuk rasa dari kelompok PERKASA juga mengacung-acungkan bambu runcing dengan bendera Merah Putih dipasang di ujungnya sambil berteriak "Usir UNAMET!".
Ketua umum PERKASA Zulkifli Idris Tarigan berorasi di depan gedung PBB dan mengklaim bahwa ia memiliki bukti-bukti kecurangan UNAMET. Hal senada juga disampaikan oleh kelompok PERPENAS. Di lain pihak, dalam unjuk rasa FCBL terdapat sejumlah tokoh pro integrasi seperti Armindo Soares Mariano, Domingos Maria das Dores Soares, dan Fransisco Lopes de Carvalho. Dalam kelompok ini ada beberapa pengunjuk rasa yang menggunakan pakaian adat Timor Timur. "Orang UNAMET sengaja mengalahkan pro otonomi," kata Armindo Soares Mariano sedangkan Fransisco Lopes de Carvalho menuding UNAMET telah memrakarsai berdirinya kantor-kantor CNRT di Timor Timur.