Belum lengkap sehari setelah Deklarasi Kemerdekaan Republik Demokratik Timor Leste RDTL pada 28 Nov. 1975 pk. 10 malam, beberapa jam kemudian, tim BAKIN (Badan Intelejens Negara) yg berada di Bali, terkejut. Intelejens BAKIN kedodoran, gagal mendeteksi lebih awal. Malam itu, Tim BAKIN dibawah pimpinan Kol. A. Sugiyanto dan Louis Taolin, bersama sejumlah tokoh Timor Timur, berada di Hotel Bali Beach, Denpasar.
“Kami berada di Bali untuk belajar (tentang integrasi). Pada tanggal 29 November itu tiba2 Pak Soegiyanto memanggil kami semua,” cerita Ketua Partai Apodeti (kelak Gubernur kedua propinsi ke 27 Timor Timur), Guilherme M. Gonzalves kepada Radio Nederland (Dili 1995).
“Pagi itu, kami tiba2 dibangunkan. Mario (Carrascalao), saya dan yang lain2 keluar kamar, masih dengan piyama, dan diberitahu kabar (Fretilin telah mengumumkan kemerdekaan),” Jose Martins mengenang kembali, kepada Radio Nederland di Lisbon pada 1992.
Kontan naskah Deklarasi Integrasi segera disiapkan hari itu juga. Tempat dan tanggal yg tertera di draft harus diubah. Seorang staf BAKIN berseru “Tulis Bali (tanggal sekian)”, tapi dengan tangkas dia sendiri cepat mengoreksi: “Tulis Bali .. bo! Tulis ‘Balibo’!”. Balibo adalah kota di Distrik Bobonaro di wilayah Tim-Tim.
Maka lahirlah apa yg kemudian disebut “Deklarasi Balibo” yg menyepakati integrasi Timor Timur ke dalam R.I. yg sebenarnya dirancang di Denpasar, Bali. Di masa tegang yg mengawali kemelut Tim-Tim itu tidak ada satu pun saksi, foto, atau dokumen yg membuktikan bahwa deklarasi tsb pernah disepakati di wilayah Timor Timur. Andaikata benar ada kesepakatan semacam itu di Timor Timur, mengapa kemudian tentara Indonesia harus berperang bertahun2 disana? Sejak itu pula deklarasi tsb dikenal sebagai “Deklarasi Bali Bohong”.
“Tim-Tim itu ibarat gatal di ketiak”
BAKIN adalah sayap intelejens militer tahun 1970an dibawah Ali Moertopo dan Benny Moerdani. Tipu daya merekayasa politik ini khas arsiteknya, Brigjen. Ali Moertopo. Adalah Moertopo dan pentolan2 CSIS yg merekayasa Pepera di Irian Barat untuk memaksakan Papua masuk dalam wilayah R.I. pada 1969. Kemudian, sebagai Aspri (asisten pribadi presiden) Ali, sejak Revolusi Mawar 1974 di Portugal, yg hendak mendekolonisasi jajahan2 Portugal, bertandang ke Lisbon, utk membujuk Portugal agar Tim-Tim diproses masuk ke dalam wlayah R.I.
Jenderal arsitek Orde Baru ini sejak mula berpikir strategis. Pada 1974 Ali Moertopo sempat mengenang pengalamannya dalam Operasi Mandala 1963 dibawah pimpinan Mayjen. Soeharto utk membebaskan Irian Barat. Saat itu, Ali merenung tentang Timor jajahan Portugal. “Timor Timur itu ibarat gatal2 di ketiak,” katanya. “East Timor is a security risk. It’s itching our (Indonesia’s) armpit,” katanya di muka pers dunia seperti dicatat oleh wartawan Antara, belakangan wartawan Radio Nederland, Lodewijk Pattiradjawane. Karena itu, Timor harus sekaligus direbut bersama Irian Barat menjadi bagian dari R.I., tapi usul Ali ini ditolak Soeharto.
“Deklarasi Balibo” akhirnya diumumkan esok harinya, 30 Nov. 1975, ditandatangani enam tokoh Timor Timur (lihat bawah). Dalam buku semi-resmi “Integrasi. Kebulatan Tekad Rakyat Timor Timur” (Nov. 1976), deklarasi tsb disebut “Proklamasi Integrasi.” (lihat foto2).
Jose Martins Jr yg menceritakan kisah Deklarasi Balibo tsb adalah wakil Partai Kota, putra Liurai Raja Atsabe, yg sejak 1974 mengelola Radio Atambua bersama staf Ali Moertopo. Belakangan, di New York, dia membelot ketika ikut Delegasi R.I. membela posisi R.I. di PBB. Pada 1997 dia kembali mendekati R.I. dan menjelang 17 Agustus 1997, Martins diundang Menlu Ali Alatas utk menghadiri perayaan Hari Kemerdekaan R.I. Terbang dgn KLM dari Amsterdam, setiba di Jakarta Martins meninggal secara misterius. Dokumen2 yg dibawanya sirna.