Kisah seperti dijudul, Timtim Files pernah mengetahuinya dari beberapa sumber, namun tulisan kali ini menarik. Hal ini disebabkan oleh konfirmasi oleh pemuda Timor Timur diakhir Juli 1998, dengan kata lain, secara metodologi sejarah dikenal sebagai sumber pertama (data primer), saksi atau pelaku sejarah.
Pemuda yang kini menjadi profesor di UNPAZ Timor Leste menceritakan kisahnya di wall FB-nya...
Beliau menulis...
MENELFON RAJA GUILHERME
Pulang dari Ubud, saya langsung menelfon Raja Guilherme Maria Gonçalves, yang saat itu tinggal di Jakarta. Saya menelfon dari Kantor Telkom di Jl. Teuku Umar Denpasar. Kantor tersebut saat ini digunakan sebagai Kantor Pusat Telkomcel. Saya memutuskan menelfon Raja Guilherme, karena ada hubungannya dengan konten surat; NAMAKU SIMAMORO.
Begitu telfon diangkat, saya langsung berkata; “Boa noite Avo” (Selamat malam Eyang). Raja Guilherme membalas salam saya; “Boa noite”, tapi langsung bertanya; “Quem fala?” (Siapa yang sedang bicara?). Karena saya tidak bisa berbahasa Portugis, maka saya langsung menggunakan Bahasa Kemak(a), salah satu bahasa Suku di Timor Leste. Mendengar saya berbicara Bahasa Kemak(a), Raja Guilherme kaget. Mungkin dalam hati Sang Bangsawan Atsabe itu bertanya-tanya; “Siapa yang malam-malam begini, menelfon saya menggunakan Bahasa Kemak(a)?”
Setelah saya menjelaskan semuanya, dan setelah Raja Guilherme tahu, siapa saya sesungguhnya, maka tanpa basa-basi lagi, saya langsung mengajukan 2 pertanyaan penting kepada Raja Guilherme. Basa-basinya dipersingkat karena saya tidak memiliki modal untuk membayar beaya telfon Jarak Jauh (Denpasar-Jakarta). Maklum…statusnya mahasiswa kere.
Di antara 2 pertanyaan itu, salah satunya adalah; “Di manakah sebenarnya Deklarasi Balibo ditanda-tangani?” Bangsawan Atsabe itu (yang juga merupakan salah satu tokoh yang ikut menanda-tangani Deklarasi Balibo), tanpa berpikir lama, menjawab lantang;
==========================
“Kami diangkut dari Bandara El Tari Kupang, tiba di Bandara Ngurah Rai, kami langsung dibawa ke Hotel Bali Beach. Kami tinggal di sana, sampai hari di mana kami menanda-tangani Deklarasi Balibo. Jadi penanda-tanganan Deklarasi Balibo itu dilakukan di Hotel Bali Beach Sanur Bali. Bukan di Balibo”, seperti yang digembar-gemborkan Pemerintah Indonesia selama ini”.
===================
Raja Guilherme sempat bilang begini; “Eyangmu ini orang bodoh yang tidak tahu apa-apa. Yang lebih tahu itu adalah pamanmu, Tomas. Maksudnya: Tomas Gonçalves, mantan Bupati Ermera (nama yang disebutkan Sang Raja adalah putera kandungnya sendiri). Sang Raja menambahkan; “Ba Timor karik, ba husu klarifikasaun didiak husi O nia Tiun Tomas. Nia mak hatene buat hotu. O nia Avo nee ema beik la hatene buat ida”. (Kalau kamu sempat pulang ke Timor-Timur, silahkan meminta klarifikasi kepada pamanmu Tomas. Dialah yang lebih mengetahui segala sesuatunya. Eyangmu ini hanya orang bodh yang tidak tahu apa-apa).
Sekedar info: Ayah kandung Raja Guilherme (Dom Cipriano Gonçalves), dibunuh Tentara Jepang saat Perang Dunia II (1942-1945). Nah, gara-gara Raja Cipriano Gonçalves dibunuh Jepang, banyak penduduk Atsabe yang ditangkap....
Begitulah kisah sejarah yang terungkap. Terkait soal tempat, kini sudah mendapatkan penguatan dari tipe versi yang berbeda dari versi sejarah yang selama ini diproduksi dijaman Orde Baru. Namun demikian, dalam tulisan ini tidak menyentuh isi Deklarasi Balibo. Sekali lagi, tulisan ini hanya fokus ditempat pembuatannya saja.
Demikian.