MANUSIA TIMOR TIDAK MEMILIKI BELAS KASIH (Mikhael Grant Tentang Manusia Timor)


Setelah membaca buku KEKALAHAN IDEOLOGI karya Arnaldo Soares yg menyimpulkan bahwa Manusia Timor telah kalah secara Ideologi. Sehingga dapat disimpulkan konflik antara manusia Timor itu datang dari diri mereka sendiri akibat kolonialisme panjang Portugal yg telah mencabut akar mereka sehingga menjadikan mereka sebagai kaum yg takluk. Selain itu saya menemukan pula sebuah buku menarik yang ditulis oleh wartwan Peter Tukan yang berjudul: 

DURI KEMERDEKAAN TIMOR TIMUR. 

Di dalam buku tersebut ada sebuah Kata Pengantar yang ditulis oleh Mikhael Grant wartawan Australia sahabat Peter Tukan. Dalam kata pengantarnya Mikhael Grant menggambarkan karakter umumnya manusia Timtim. Kiranya tulisan Mikhael Grant dapat menggambarkan scra tepat karakter manusia Timtim.

Pada kata pengantarnya Mikhael Grant menuliskan sbb:

... Sungguh tidak ada hal yang tabu bagi manusia beradab yang tidak dilanggar oleh seorang Timor Timur kepada saudaranya. Ini bukan sekedar ‘konflik’ melainkan neraka di dunia... tetapi yang lebih penting adalah pertanyaan ini, kenapa mereka begitu? Itulah misteri untuk saya, misteri yang perlu kita memecahkan bersama agar kita dapat tarik kesimpulan dan pelajaran universal dari pengalaman pahit di Timor Timur itu. 

Mereka cepat tersinggung, merasa gengsinya dihina, ingin balas dendam agar mereka puas melihat lawannya menderita dan bertobat. Tiap konflik menambah benih atau bibit konflik baru dikemudian hari. Roda dendam berputar selamanya. Irihati, gengsi yang ekstrem, dendam ekstrim, nilai-nilai yang tidak sesuai kebutuhan Negara modern dan beradab, yang tidak mendukung stabilitas dan perdamaian. 

Problem lain, para pemimpin setempat mempunyai karakter sosok manusia yang kurang baik. Setiap kali menghadapi krisis, karakter mereka yang buruk akan dimunculkan. Ini merupakan problem krusial yang dimulai di dalam rumah tangga (keluarga) dan sekolah. Anak-anak tidak diajarkan nilai-nilai hidup atau moralitas pribadi. Misi gereja di Timor Timur selama 400 tahun dijajah Portugis dapat dikatakan telah gagal maka kita membutuhkan generasi baru dengan karakter manusia yang kuat dan berintegritas yang tahu jalan yang benar untuk menghadapi persoalan dan mampu keluar dari krisis.

Di Timor Timur, saya menyaksikan manusia melakukan kejahatan (evil) karena mereka memilih jalan itu dengan mata terbuka, penuh kesadaran. Mereka menyenangkan dirinya dengan menyiksa manusia lain. Sesama orang Timor. Tidak semua pembunuhan dalam perang terjadi karena pelaku mau merasa lebih, bergembira diatas korban dan merasa menyenagkan dirinya jika sudah ada jatuh korban namun ada pembunuhan di Timor Timur terjadi semata-mata karena membela diri.

Walaupun saya telah kembali ke aktivitas kehidupan sehari-hari di komunitasku, tapi saya masih melihat kejahatan dan prakondisi kejahatan di berbagai tempat di negara yang baru merdeka tahun 2002 Tiap kali kita menggunakan cara fisik atau kekerasan dengan mulut, tujuan kita hanyalah satu, yakni membuat seorang lain pada posisi lemah dan berada di bawah posisi kita. Kita berpotensi melakukan kejahatan. Di dalam situasi perang, ada manusia yang mau membuktikan kuasanya terhadap sesama manusia, maka lawannya dibuat dalam posisi lemah dan terkalahkan. Tidak berbeda kalau kita berdebat tajam bersama seorang yang beda pendapat. Kita mau menang, mau agar lawan kalah dan lemah. Dan kita merasa senang karena merasa lebih kuat. Berbeda dengan kelompok masyarakat lain yang cuma berdebat tapi akhirnya kita tidak membunuh lawan!' Sebaliknya di Timor Timur tidak ada belaskasih untuk lawan. Lawan yang berada di posisi lemah akan dihabisi dan pelakunya akan merasa dirinya hebat.

Sepertinya, perasaan dan nilai belaskasih belum muncul di evolusi manusia dan masyarakat Timor Timur. Termasuk (saya menduga), di hati para suster dan pastor, yang banyak masuk biara hanya untuk lari dari kemiskinan dan bergaul dengan elit politik.

Saya tidak lagi menyakiti manusia lain dengan kata-kataku supaya saya dapat merasa lebih kuat intelektualitasku. Saya merasa kaum lemah, tua, sakit, anak, harus dilindungi. Sebelum pengalaman di Timor Timur, saya merasa begitu juga, tapi sekarang saya lebih sadar dan bertanya, kenapa kita harus begini. Itu karena kita semua manusia yang berpotensi melakukan kejahatan, cuma kita belum sadar akan potensi itu. Kalau kita sudah sadar akan hal ini maka tidak mungkin kita bisa hidup seperti dulu, kecuali kita permisif terhadap kejahatan.

Saya tertawa kalau mendengar slogan 'negara jahat'. Yang jahat adalah manusia, bukan negara. Dan justru manusia yang sering sembunyi dibelakang bendera negara agar meluputkan dirinya dari tanggungjawab atas perbuatannya. Kalau kita mencap sebuah negara jahat' ya sama seperti kita buat kampanye pemutihan membantu manusia yang bersalah.

Atau... ?

Di bidang bukumu, sebaiknya Peter (penulis buku) jangan terlalu ?sopan? kepada manusia yang merupakan aktor-aktor konflik.'Atau pembaca akan tergoda bersimpati kepada mereka, pembaca tidak akan belajar tentang perang dan bagaimana perang merusakan manusia yang terlibat Timor Timur rusak dan itu berarti manusianya yang rusak. 

Saya tidak tahu, apakah mereka rusak sebelum perang atau karena perang. Timor Timur ibarat rumah sakit jiwa: Timor Timur tidak akan bisa maju tanpa ada keterbukaan dan kejujuran. Kalau tidak muncul dari mereka sendiri, hams dari luar, biar mereka mau dengar atau tidak. Bisa juga mereka tersinggung

Demikianlah kesimpukan Michael Grant tentang Manusa Timor. Michael Grant adalah wartawan Australia yg lama berada di Timor Timur. Apa yg dia tuliskan diatas merupakan pengamatannya selama di sana. 

Bagaimana tanggapan kawan kawan Timor Leste akan pernyataan Michael Grant tsb?



Sumber

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama