Kisah Menegangkan Luhut Pandjaitan Dihujani Peluru Pasukan Elite di Palagan Timor


TIMOR TIMUR sebuah wilayah yang saat ini dikenal sebagai negara Timor Leste menyimpan banyak kisah pertempuran Kopassus yang menegangkan,yang kini telah menjadi kenangan tersendiri bagi pelaku sejarahnya. Salah satunya adalah yang dialami Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan.

Luhut yang saat itu masih berpangkat letnan satu dan timnya terlibat baku tembak dengan Portuguese Paratroopers atau Tropas (Tropas Paraquedistas). Data intelijen yang diperoleh Indonesia mengenai Tropas tidak pernah akurat, terutama mengenai kemampuan tempur dan motivasi tempur mereka. Sejumlah perwira bahkan cenderung menganggap mereka seperti pasukan "Hansip", padahal Tropas adalah pasukan elit untuk penyerbuan infanteri dan garis pertahan utama di Timor Portugis.

Para prajurit Tropas adalah tentara yang dilatih sesuai dengan standar NATO dan sejumlah tentaranya sudah berpengalaman perang di Mozambique dan Angola. Tropas memiliki kemampuan tempur, kemampuan menggunakan perlindungan dan ruang tembak, kemampuan menggunakan medan, dan kemampuan menyusun pertahanan dengan amat baik. Mereka juga dipersenjatai senapan G3 sesuai standar NATO dan tentunya dilatih dengan standar yang sama.

Letkol Inf Soegito saat itu menunjuk Lettu Inf Luhut, karena sebagian besar anggota kompi ini termasuk perwiranya adalah mereka yang gagal terjun di Dili, secara fisik dan mental masih lebih lumayan daripada rekan mereka yang lain. Pilihan jatuh pada Kompi A untuk melakukan penetrasi jika ada ancaman musuh.

“Pasukan dari Dili untuk menguasai Aileu tersusun dari beberapa kesatuan dalam payung besar satgas. Tahap pertama gerakan satgas adalah induk pasukan Brigif 4 dan kelompok komando satgas menggunakan rute Dili-Aileu sebagai poros utama. Sedangkan grup Parako dibagi dua, satu detasemen mengambil kiri jalan, satu lagi bersama kelompok komando grup mengambil sisi kanan jalan,” seperti dikutip buku Kopassus untuk Indonesia jilid II.

Serangan demi serangan terus menghambat jalannya pasukan sehingga bergerak lambat. Setelah mendekat Aileu, Kompi A menghambat jalannya pasukan melakukan gerakan di malam hari karena selama siang sampai sore hari tembakan musuh cukup gencar. Dalam kondisi gelap, Danki A memerintahkan anggotanya menguasai medan sebelah kanan jalan yang mengarah ke Alleu. Lettu Inf Luhut belum mengetahui situasi medan saat menggantikan kedudukan Kompi B yang sebelumnya sudah terkepung selama tiga hari di tempat yang sama.

Pada saat ia memberikan perintah dalam gelap, posisi Koptu Hermintoyo ada di bawahnya dan tidak sadar yang diinjaknya adalah radio PRC yang dipanggul Koptu Hermintoyo. Ketika tembakan lawan semakin gencar, Lettu Luhut langsung tiarap dan dengan tidak sadar ia mendorong radio PRC dan Koptu Hermintoyo melorot ke jurang yang dalam.

Koptu Hermintoyo yang sudah setengah hari berada dalam jurang tidak berani naik ke atas karena tembakan masih terus terdengar.

Di dalam jurang ternyata ia bertemu dua rekannya yang juga jatuh ke jurang untuk alasan yang sama: menghindar dari tembakan lawan. Koptu Hermintoyo kemudian mencoba menghidupkan radionya dan mengadakan komunikasi yang langsung dijawab oleh Lettu Inf Luhut yang memerintahkannya untuk tetap berada di jurang sampai matahari terbenam.

Pasukan Kompi A terus melakukan pergerakan di malam hari sampai akhirnya menemukan musuh dalam jarak dekat.

Menjelang pagi hari, diawali dengan tembakan roket dan diikuti rentetan senjata otomatis, akhirnya berhasil membuat kedudukan musuh berantakan dan menghabisi hambatan yang menghadang pergerakan pasukan. Pada 27 Desember, grup Parako mencapai Besilau dan diperintahkan menuju Aileu melalui jalur sebelah timur dari poros utama. Pada 29 Desember, Aileu berhasil diduduki.

Sejak mendarat di Dili pada 7 Desember 1975, Kompi A Denpur-1/ Parako tidak pernah sempat istirahat dan tidak ada penambahan anggota, Penugasan selama lima bulan di Timor Portugis adalah fierce battle karena setiap hari bertempur menghadapi pasukan Fretilin yang bermotivasi tinggi, kemampuan menembak serta disiplin menembak prima, dan punya penguasaan medan yang sempurna. Jika pertempuran terjadi di tanah datar, Kopassandha sudah jelas lebih unggul, tetapi di medan perbukitan dan hutan, pasukan Fretilin mampu memanfaatkan alam dengan optimal sehingga memaksa Pasukan Baret Merah untuk bekerja keras.


Sumber


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama