Cerita Prajurit Kopassus Puasa di Tengah Perang di Timor Timur: Biar Lebih Dekat dengan Tuhan


Luhut Binsar Pandjaitan (kanan bawah) bersama anak buahnya termasuk Sersan Mayor Kopassus Durman (dilingkari). (Foto: Facebook/Luhut Binsar Pandjaitan)

Sosok prajurit Kopassus Sersan Mayor Kopassus Durman meninggalkan kesan mendalam bagi Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan karena nilai ketakwaannya terhadap Allah SWT. Menko Luhut menyaksikan sendiri ketaatan Serma Durman selama operasi pertempuran di Timor Timur, sekarang Timor Leste, sebelum daerah bekas jajahan Portugis itu lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Saat itu pada 1975–1976, di bulan Ramadhan, Luhut bersama anak buahnya diperintahkan untuk melakukan pengamanan di Timor-Timur dalam Operasi Seroja. Di tengah sengitnya konflik, seorang prajurit bawahannya, Sersan Mayor Durman, tetap rajin berpuasa.

"Bicara tentang puasa, saya teringat kepada salah seorang anak buah yang rajin berpuasa walau saat sedang berada di tengah medan perang. Namanya, Sersan Mayor Durman, Caraka saya di Kompi A Denpur-1/Parako dalam operasi tempur di Timor Portugis tahun 1975–1976," kenang Luhut seperti ditulisnya di laman Facebooknya beberapa waktu lalu.

Meski memanggul ransel dengan berat puluhan kilogram, Sersan Mayor Durman tidak pernah membatalkan puasanya. Saat itu, seorang prajurit Kopassus membawa perlengkapan yang cukup berat termasuk senapan otomatis AK-47, 750 butir peluru kaliber 7,62 mm, 3 magasin lengkung, 2 granat, bekal makan untuk beberapa hari, baju loreng, kaos, sepatu lapangan, dan topi rimba.

"Belum lagi setiap regu masih harus membawa senapan mesin RPD, peluncur roket RPG-2 buatan Yugoslavia, 60 peluru roket 90 mm, penyembur api lengkap dengan 5 mortir dan 18 butir peluru," tambah Luhut.

Menurut peraih Adhi Makayasa Akademi Militer Nasional tahun 1970 itu, operasi yang dijalankan Kopasses di Timor Timur juga merupakan operasi berat dan merenggut banyak korban. Bahkan kompi Luhut kehilangan hingga 30 orang prajurit selama lima bulan operasi.

"Kami di Kompi A mengawali operasi ini pada 7 Desember 1975 dengan kekuatan 110 orang prajurit. Tapi pada Maret 1976, jumlahnya bersisa menjadi 80 orang saja," ungkapnya.

Dia menceritakan bahwa selama operasi, setiap waktu istirahat makan, Sersan Mayor Durman tidak turut makan, bahkan terkadang dia membantu anggota lainnya dengan memasak makanan.

"Di tengah operasi yang melelahkan tersebut selalu ada waktu untuk istirahat makan. Yang kami makan adalah bekal makanan kaleng T-1. Setiap siang Durman dengan setianya membukakan kaleng makanan dan menyodorkannya kepada saya," tuturnya.

Karena penasaran dengan tindakan anak buahnya itu, Luhut pun bertanya langsung kepada Durman.

“'Biar lebih dekat dengan Tuhan,' jawabannya yang tidak pernah saya lupakan," kata Luhut.

Bagi Luhut, jawaban Durman itu menunjukkan betapa teguhnya sang prajurit dalam beribadah, menjaga hubungan dengan Tuhan. Di saat yang sama, Durman juga tidak melupakan tugasnya kepada negara dengan tetap berjuang membela keutuhan Tanah Air.

Saat ini Durman tinggal di Banten, dan sempat bertemu dengan Luhut dalam acara reuni pada 2020 lalu.

“Jika ada kesempatan, saya ingin Durman dapat menceritakan pengalamannya kepada Saudara-Saudari sekalian sehingga kita dapat belajar bahwa betapa indahnya harmoni di Negeri ini jika kita dapat saling menghormati," tutup Luhut.



Sumber


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama