Simbol 2 jari "V" adalah lazim dikenal. Umumnya sebagai wujud perdamaian, dan kemenangan. Dahulu ketika konflik pecah di bekas koloni Portugis di akhir tahun 1975, simbol tersebut memiliki makna yang berbeda.
Simbol tangan tersebut pada jamannya muncul kepermukan dari perbincangan disebuah grup Facebook. Seorang bapak yang menjadi saksi sejarah dan juga sebagai tahanan politik jaman Orde Baru menceritakan pengalamannya. Kalau bukan jasa dari keluarga mantan Gubernur Timor Timur, Abilio Osario Soares, yang memberitahu soal simbol tersebut ke militer Indonesia dilapangan, maka akhir hidup akan dialaminya di tahun 1975.
Dikisahkan 3 hari menjelang natal pada tahun 1975, datang seratusan anggota baret merah Kopassandha untuk menggeledah sebuah rumah. Kopasshanda sebenarnya tidak mengetahui orang Timor yang berasal dari partai Fretilin atau UDT atau Apodeti. Di saat akan melakukan aksinya, anggota keluarga Abilio Osario Soares bertindak cepat dengan mengacungkan tanda "V" atau "Jempol" terhadap rumah yang akan digeledah. Oleh karena itu, komandan Kopassandha memerintahkan anak buahnya pergi dari pekarangan rumah yang sesungguhnya rumah tersebut adalah anggota Fretilin, peristiwa ini terjadi sekitar pukul 3 sore tangga 22 Desember 1975. Dalam rumah itu ternyata menyimpan senjata api berjenis Mauser dan G3 yang digunakan orang tuanya untuk bertugas diperbatasan sekitar Likisa.
Dari cerita ini, simbol tangan ini berlaku dijaman itu. Jaman yang disebut sebagau jaman invasi militer Indonesia 7 Desember 1975. Pada jaman itulah hadir 3 simbol jari tangan yang mencerminkan keberpihakan terhadap salah satu partai yang sedang bertikai di Timor Portugis tahun 1975. Seperti apa, berikut uraiannya.
~ Simbol "V" dua jari adalah mereka yang ada di kelompok partai Apodeti. Partai yang mendukung integrasi Timor Portugis menjadi bagian Indonesia. Apodeti pro-Indonesia.
~ Simbol "Ibu Jari" satu jari jempol adalah mereka yang ada di kelompok partai UDT. Partai ini juga mendukung integrasi Timor Portugis menjadi bagian Indonesia. Apodeti pro-Indonesia.
~ Simbol "kepalan tangan" lima jari mengepal adalah mereka yang ada di kelompok partai Fretilin yang inginkan kemerdekaan anti integrasi dengan Indonesia. Fretilin kontra-Indonesia.
Seperti itulah deskripsi simbol pada masa invasi, dan itu adalah masa lalu. Bapak yang bercerita juga menuturkan, bahwa dirinya mencintai orang Indonesia akan tetapi beliau tidak bisa mentolerir totaliternya pemerintahan presiden kedua Indonesia selama 34 tahun, khususnya di Timor Timur selama 24 tahun. Pernyataan ini lazim kami dengar dari aktivis Timtim, bahkan juga dari kebanyakan warga Timtim kini yang berada di Timor Leste.
Semoga warga Indonesia dan warga Timles mampu menyikapi sejarah kelam dengan dewasa. Pemerintah kedua negara sudah memberi contoh yang baik, dan layak untuk kita sebagai warga negara melakukan hal yang serupa. Kami menyebutnya: "Rekonsiliasi sampai ke Lubuk Hati...".