“Nggak Ada Fretilin” (?)

Foto hanya ilustrasi tulisan


 Tempo 22 November 1975.

KEPALA Bakin Letnan Jenderal Yoga Sugama Rabu malam minggu lalu dengan resmi memberitahukan Duta Besar Australia Richard Woolcot. Bahwa nasib kelima wartawan Australia (seorang di antaranya warganegara Inggeris) diduga telah turut terbunuh dalam serangan gabungan tentara UDT- Apodeti-Kota ke Balibo pertengahan Oktober kemarin. Yoga menyatakan hal ini setelah pemerintah Indonesia menerima sepucuk surat resmi Presidium Apodeti, D. Guilhermo Maria Gonvalces. Surat yang bertanggal 3 Nopember itu telah memperinci kelima wartawan Australia itu sebagai berikut. Bahwa pada pertempuran tertanggal 22 Okober telah gugur 15 orang dari pihak Fretilin. Dari korban tersebut, terdapat 4 mayat orang kulit putih dalam keadaan terbakar. “Kami tidak begitu yakin apakah keempat orang kulit putih ini adalah wartawan Australia, karena tidak ada bukti yang nyata dan tidak bisa membuktikannya dengan jelas”, tulis Gonvalces.

UDT-Apodeti-Kota waktu itu berhasil menghancurkan sebuah gedung sebagai pusat pertahanan Fretilin di mana di dalamnya tersimpan pula bahan bakar dan mesiu. Memang bisa dimaklumi bahwa meneliti mayat yang dalam keadaan gosong sama sekali akan sulit dikenali warna kulit dan asal usul. Gonvalces kemudian menerangkan berdasarkan permintaan Pemerintah Indonesia untuk menyelidiki nasib kelima wartawan tersebut, satu team pasukan dikirim kembali ke gedung tersebut “Setelah diadakan investigasi dan observasi, berhasillah ditemukan beberapa dokumen yang diduga adalah milik para wartawan tersebut”, tulis Gonvalces.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Gonvalces bahwa pada tanggal 27 Oktober yang lalu, ketika sepasukan tentara Apodeti sedang patroli di pinggiran kota Balibo, telah ditemukan sebuah kamera, beberapa dokumen dan-dua mayat, di hutan, di jalur mana Fretilin mencoba melarikan diri. “Salah seorang mayat yang telah membusuk itu adalah berkulit putih. Demi kesehatan, kedua mayat tersebut kemudian dibakar. Di samping itu ditemukan pula beberapa benda berupa kamera dan dokumen, dan hal ini membuka kemungkinan bahwa salah seorang dari mayat tersebut adalah wartawan Australia”. Semua milik (kamera, catatan dan dokumen) dari yang diduga wartawan Australia tersebut kemudia diserahkan pada Pemerintah Indonesia Untuk diteruskan pada Pemerintah Australia. Beberapa minggu yang lalu Sekjen Federasi Buruh Pelabuhan Sydney telah memerintahkan untuk tidak meladeni kapal-kapal Indonesia yang sedang berlabuh. “Sampai kami dengar nasib wartawan kami”, ujarnya. Menteri Perhubungan Emil Salim juga telah memerintahkan untuk tidak mengadakan pelayaran ke benua selatan ini, karena rupanya persoalan Timor Portugis nyaris mengakhiri masa bulan madu pertemuan Whitlam – Suharto di Wonosobo dan Townsville. Realisasi perundingan Roma antara Adam Malik – Antunnes yang menghasilkan suatu memo pengertian, pun belum memberikan penyelesaian yang jelas.

Bukan karena Menlu Adam Malik keberangkatannya jadi tertunda, tapi rupanya pihak Australia pun telah berganti sikap–sedikit–tentang pandangannya dalam masalah Timor Portugis ini. Ketika Whitlam memerintah, dengan gamblang secara resmi pemerintah partai Buruh ini mencanangkan setujunya tentang dekolonisasi Timor Portugis dengan cara-cara yang baik. Tampaknya sejalan dengan Indonesia. Tapi siapapun maklum bahwa Fretilin mempunyai markas di Darwin dan Australia adalah wadah yang baik untuk penyaluran medianya. Setiap minggu, pasti ada orang-orang Australia pergi Timor Dili untuk bertugas sebagai Palang Merah atau hal-hal lain. Atas nama perseorangan, walaupun diketahui bahwa orang tersebut adalah pejabat Pemerintah atau tokoh Partai Buruh. Nah, demikian Fraser duduk sebagai pejabat Perdana Menteri, “sayang sekali, kami tidak bisa menghubungi Fretilin. Mereka sudah tidak berada lagi di Australia” demikian keterangan resmi. Betulkah.

Secara berseloroh seorang pejabat kedutaan Australia ada berkata: “Kami tidak bohong. Memang waktu kami menjawab hal itu Ramos Horta barangkali sedang di Dili”. Antara telah memonitor radio Fretilin bahwa siapa yang pergi ke meja perundingan hasil Koma, akan dianggap sebagai pengkhianat. TVRI beberapa waktu yang lalu ada memberitakan bahwa perundingan antara ketiga partai akan dilangsungkan di Australia tanggal 24 Nopember ini Besok paginya, RRI menyiarkan pula bahwa pihak Pemerintah Australia me nyangkal Pemerintah Portugal bahwa pemerintahnya yang sedang sibuk dengan kampanye pemilu, bersedia untuk menyediakan tempat berunding. Apakah Timor Portugis akan ditinggalkan oleh Portugal begitu saja, dan membebankannya pada Indonesia?.

Sumber, Sumber

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama