Apabila Timor Leste sudah merdeka sejak 1975 (secara landasan hukum sebenarnya integrasi Timor Timur dinyatakan resmi pada tahun 1976, tetapi saya tulis 1975 di sini karena pertanyaannya adalah tahun 1975), prediksi saya, dia tidak akan menjadi negara maju. Prediksi ini muncul karena saya pernah melakukan penelitian tentang Timor Leste dan membaca berbagai buku mengenai sejarah Timor Leste, salah satunya tentang alasan mengapa Timor Leste bergabung dengan Indonesia.
Ditinjau dari sejarah, perlu diketahui bahwa sebelum bergabung dengan Indonesia pada tahun 1976, Timor Leste merupakan jajahan Portugis dan namanya adalah Timor Portugis. Selama menjadi jajahan Portugis, Timor Portugis sangat terbelakang. Sangat minim pembangunan yang dilakukan oleh Portugis di Timor Portugis. Bahkan, stratifikasi sosial masih sangat kental, sehingga hanya anak keturunan ningrat atau yang campuran bule saja yang bisa mengenyam pendidikan. Dampaknya, angka melek huruf sangat rendah.
Sekitar awal tahun 1970an, beban keuangan Portugis semakin berat, sehingga membuat Portugis mulai meninggalkan wilayah jajahannya. Salah satu keputusan yang ditempuh adalah dengan memberikan opsi: (1) Timor Portugis menjadi negara yang merdeka, atau (2) Timor Portugis bergabung dengan Indonesia, atau (3) menjadi provinsi jauh Portugis (kurang lebih konsepnya seperti Departemen dan Wilayah Seberang Laut di Prancis). Kenapa memberikan opsi kedua untuk bergabung dengan Indonesia? Karena Indonesia dinilai punya kedekatan secara suku dan budaya dengan Timor Portugis. Karena Timor Portugis itu sebenarnya masih satu rumpun suku dan budaya dengan Timor Barat (yang saat ini kita sebut dengan Nusa Tenggara Timur).
Akhirnya Portugis dan Indonesia berdiskusi. Dua negara ini sama-sama sepakat agar Timor Portugis bergabung saja bersama Indonesia. Apa alasannya? Alasannya adalah karena mereka berdua sama-sama percaya bahwa dengan kondisi keterbelakangan Timor Portugis, akan sangat sulit bagi Timor Portugis untuk bisa bertahan hidup (survive) sebagai negara merdeka. Opsi menjadi provinsi jauh Portugis pun dipandang oleh Portugis hanya akan menambah beban keuangan Portugis yang sudah berat. Timor Portugis pun resmi berintegrasi dengan Indonesia pada tanggal 17 Juli 1976 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1976. Setelah berintegrasi dengan Indonesia, namanya berubah menjadi Timor Timur.
Benar saja, setelah bergabung dengan Indonesia, Timor Timur berkembang sangat pesat. Pembangunan terjadi sangat masif di Timor Timur. Pemerintah Indonesia menganggarkan anggaran yang sangat besar untuk mendukung pembangunan di Timor Timur, bahkan jumlah anggarannya bisa berpuluh-puluh kali lipat apabila dibandingkan dengan anggaran untuk provinsi Jawa maupun provinsi lainnya di Indonesia. Jumlah rumah sakit, sekolah, jalan, juga berkembang pesat sekali. Dalam buku Bilveer Singh (1998: 141–142) yang berjudul Timor Timur, Indonesia, dan Dunia: Mitos dan Kenyataan, disebutkan perkembangan Timor Timur sebelum dan setelah bergabung dengan Indonesia sebagai berikut:
Aspek pendidikan
Pada tahun 1974 : 47 sekolah dasar, 2 sekolah menengah, 1 sekolah tingkat atas
Pada tahun 1992 : 574 sekolah dasar, 99 sekolah menengah, 14 sekolah atas, dan 3 perguruan tinggi
Aspek kesehatan
Pada tahun 1974 : 2 rumah sakit dan 14 klinik
Pada tahun 1992 : 10 rumah sakit dan 197 pusat kesehatan masyarakat
Aspek transportasi
Pada tahun 1974 : 20 km jalan beraspal (hanya ada di Dili)
Pada tahun 1992 : 428 km jalan beraspal (di berbagai wilayah Timor Timur, bukan hanya di Dili)
Dari data tersebut, sudah tergambar seberapa pesat perkembangan Timor Timur saat masih berintegrasi dengan Indonesia. Tingkat melek huruf pun meningkat.
Hanya saja, menurut saya, Indonesia telah melakukan kesalahan di masa lalu dalam isu Timor Timur. Memang, secara pembangunan, Timor Timur sangat diperhatikan. Namun, di sisi yang sama, Indonesia menggunakan pendekatan militeristik yang menimbulkan banyak korban jiwa di Timor Timur, yang menyisakan trauma di masyarakat Timor Timur. Hal ini juga membuat Indonesia dinilai sebagai pelanggar HAM di panggung internasional, yang semakin memperkuat dukungan internasional untuk referendum Timor Timur pada tahun 1999.
Ibarat orang tua dan anak, Indonesia sebagai orang tua memenuhi kebutuhan ekonomi Timor Timur, tetapi mengabaikan kebutuhan psikologis Timor Timur untuk merasa aman dan nyaman bernaung di dalam pangkuan Ibu Pertiwi. Ibaratnya, sandang pangan papan diberi, baju bagus dibelikan, disekolahkan setinggi-tingginya, tetapi setiap hari dimarahi dan dipukul, ya akhirnya anak trauma dan ingin minggat. Anak bertanya-tanya: "Ini saya anak kandung atau anak tiri?" Padahal, awalnya Timor Timur ini merasa anak kandung (merasa bagian dari Indonesia), tapi ini semua berubah seiring kentalnya pendekatan militeristik Indonesia di Timor Timur.
Saat ini, walau Timor Leste sudah merdeka pun, kehidupan di sana cukup sulit. Timor Leste sangat bergantung pada pendapatan dari sektor minyak. Pendapatan dari sumber minyak di Celah Timor lebih banyak lari ke Australia. Hanya sebagian kecil yang dinikmati oleh masyarakat Timor Leste sendiri. Bahkan menurut Damien Kingsbury, Timor Leste rawan menjadi negara gagal pada tahun 2030 apabila tidak berhasil menemukan sumber pendapatan selain minyak.
Jadi, justru saya malah berpendapat sebaliknya dari pertanyaan yang diajukan. Menurut saya, andaikan Timor Timur masih berintegrasi dengan Indonesia hingga saat ini, peluang kehidupan Timor Timur yang lebih baik akan lebih tinggi.
Lepasnya Timor Timur dari Indonesia adalah isu yang kompleks. Timor Timur tidak salah untuk meminta pisah karena mendapat perlakuan yang kurang baik dari Indonesia saat itu. Namun, Indonesia juga tidak sepenuhnya salah, karena Indonesia pada masa Orde Baru memang sangat kental dengan nuansa keamanan untuk menjaga keutuhan NKRI. Ditambah lagi, adanya kepentingan negara-negara lain yang ingin mendukung Timor Timur merdeka dari Indonesia supaya mereka bisa menikmati pendapatan dari Celah Timor.
Semoga ini bisa menjadi pembelajaran bagi Indonesia agar menggunakan pendekatan yang lebih halus dan merangkul berbagai suku/etnis untuk menjaga kesatuan NKRI.
Tags:
Timor Timur