Timor Leste Merdeka - 6 Mei 2004
Diterjemahkan Oleh: Maubere
Judul Asli:
OIL, GAS AND SPY GAMES IN THE
TIMOR SEA
Australian scheming for the Greater Sunrise oilfield has a long history by K i m McGrath
March, 2014
Versi asli oleh authornya dipublikasikan di website: http://www.themonthly.com.au/issue/2014/april/1396270800/kim-mcgrath/oil-gas-and-spy-games-timor-sea
Pada bulan Desember tahun 2013 lalu, Perdana Menteri Timor -Leste, Xanana Gusmão, sedang melakukan kunjungan resmi ke negara terbaru di dunia Benua Afrika yaitu Sudan Selatan, ketika ia menerima panggilan mendesak dari Dili. Petugas dari Organisasi Intelijen Keamanan Australia dan Kepolisian Federal Australia baru saja mengambil file dan komputer dari kantor Bernard Collaery yang berlokasi di Canberra, Australia, ia adalah salah satu pengacara sekaligus penasehat negara Timor – Leste dalam persengketaan dengan Australia melalui perjanjian yang membagi rampasan dari $ 40.000.000.000 USD dari ladang minyak dan gas yang bernama Greater Sunrise.
Gusmão diberitahu bahwa ada serangan secara tiba-tiba di Canberra ke rumah saksi kunci rahasia Timor – Leste dalam sengketa dengan Australia tersebut. Mantan Agen Rahasia dari Secret Service Intelligence ( ASIS ) Australia ini, sempat mengabarkan sebuah pernyataan tertulis yang menyatakan bahwa mata-mata Australia telah menyadap ruang rapat kabinet pemerintahan Timor – Leste dalam rangka untuk mengamankan keuntungan komersial yang lebh banyak bagi Australia selama negosiasi perjanjian pada tahun 2004 berlangsung. Paspornya juga telah disita dalam serangan tiba-tiba ini, sekaligus mencegah dia untuk bepergian ke Den Haag-Belanda di mana Pengadilan Tetap Arbitrase berada karena Australia mendengar bahwa, Timor – Leste telah menyerahkan permohonan siding untuk membatalkan perjanjian yang telah ditanda-tanggani dengan Australia karena Australia telah melanggar salah satu pasal dalam perjanjian tersebut dimana dalam perjanjian tersebut tertulis, “Kedua Negara harus menekan perjanjian ini dengan cara-cara yang bersifat GOOD FAITH”.
Ladan minyak dan gas yang bernama The Greater Sunrise, terletak 450 kilometer sebelah utara – barat dari Darwin , tetapi hanya 150 kilometer selatan – timur dari Timor – Leste. Australia pertama kali mengeluarkan izin eksplorasi di Laut Timor untuk sebuah perusahaan Australia , Woodside Petroleum , pada tahun 1963. Pada saat itu, pulau Timor terpecah di tengah. Bagian barat merupakan bagian dari Indonesia, dan bagian timur adalah milik bangsa Portugis. Australia menyatakan bahwa kedaulatannya diperluas ke tepi landas kontinen, atau lebih dekat dari dua pertiga jalanke pulau Timor.
Portugal kemudian mempermasalahkan klaim Australia ini, dan bersikeras bahwa batas laut harus didasarkan pada garis tengah antara Australia dan Timor bukan pada Landasan Kontinental yang diajukan secara licik oleh Australia, sesuai dengan hukum internasional yang berlaku.
Presiden Indonesia, Soeharto terlihat lebih tunduk pada argumen Australia ini. Dia ingin menunjukkan bahwa dia adalah temanya Barat, dan pada tahun 1972 ia telah menyerahkan hak, mendukung Australia dalam kaitannya dengan area yang luas di utara dari garis tengah yang dipermasalahkan Portugal. Perselisihan dengan Portugal meninggalkan celah di garis batas antara Australia dan Timor Portugis – yang dikenal dengan Timor Gap.
Woodside mengumumkan penemuannya tentang ladang minyak dan gas yang bernama Greater Sunrise pada tahun 1974. Batas maritime Australia – Indonesia yang baru menempatkan 80 % dari potensi tambang emas di sisi Australia. Namun, ladangini juga membentang ke perairan Timor Portugis, yang berarti Australia tidak bisa menjamin kedaulatan penuh sampai kesenjangan dalam batas ditutup. Australia kemudian mencari cara agar dapat menyelesaikan hal ini. Australia sadar akan sangat sulit menegosiasikan hal ini dengan Portugal.
Sebuah revolusi di Portugal melahirkan kesempatan bagi Australia untuk melakukan hal itu. Pemerintah baru mengumumkan bahwa mereka akan memberikan kemerdekaan bagi semua daerah jajahanya termasuk Timor Portugis. Mengingat akan lebih sulit untuk bernegosiasi dengan Timor Portugis bila sudah merdeka atau dengan Portugal, maka Australia dan Amerika Serikat menyetujui invasi Indonesia ke Timor-Timur pada bulan Desember 1975, seolah-olah untuk mencegah komunisme mendapatkan pijakan di wilayah tersebut. Namun, Australia memiliki motivasi lain: para pejabat Australia percaya bahwa Indonesia bisa dibujuk untuk menutupi kesenjangan yang telah ada dalam batas maritim dengan mengabungkan titik-titik yang pernah ada, dan menghasilkan 100 % dari Greater Sunrise di sisi garis Australia.
Meskipun menimbulkan ribuan kematian dari penduduk Timor-Timur selama tahun pertama invasi Indonesia, Australia secara diplomatis lebih mendekatkan dirinya ke Indonesia. Kurang dari setahun kemudian, pemerintah Suharto mengatakan akan siap untuk menutup celah di perbatasan maritim yang menguntungkan kepentingan Australia, dengan catatan Australia harus menjadi Negara pertama yang secara resmi mengakui kedaulatan Indonesia atas wilayah Timor Timur. Pada Januari 1978, Australia menjadi satu-satunya Negara di dunia dari pemerintah Barat yang mengakui Timor Timur sebagai bagian dari Indonesia. Australia yang menjadi Negara pertama yang mengakui Kekuasaan Indonesia atas Timor-Timur. Dua bulan kemudian, Australia dan Indonesia memulai negosiasi untuk menutup kesenjangan dalam batas maritim.
Negosiasi berlangsung hingga tahun 1989, ketika Indonesia dan Australia sepakat untuk berbagi sumber daya di zona pengembangan bersama. Menlu Australia, Gareth Evans , dan mitranya dari Indonesia, Ali Alatas, menandatangani Perjanjian Celah Timor sambil terbang dengan pesawat terbang di atas Laut Timor. Evans menyulang champagne – lebih dari 80 % dari Greater Sunrise masih di pihak Australia.
Pada akhir pemerintahan Soeharto, bagaimanapun, menyebabkan disponsorinya PBB untuk penentuan nasib sendiri melalui pemungutan suara di Timor Timur tahun 1999. Ketika mayoritas suara Timor untuk kemerdekaan, Indonesia segera kehilangan semua kewenangan untuk melaksanakan yurisdiksi lepas pantai Timor Timur. Perjanjian Celah Timor menjadi tidak valid. Tiba-tiba saja Australia tidak memiliki hak di bagian utara dari garis tengah – tidak ada hak juga untuk ladang minyak dan gas Greater Sunrise. Lebih buruk lagi untuk Australia, pada tahun 1994 telah meratifikasi Konvensi Hukum Laut, yang menetapkan prinsip garis tengah.
Australia harus mulai mendorong perjanjiannya lagi. Setelah penarikan Indonesia dari Timor Leste, PBB membentuk pemerintahan sementara untuk memerintah wilayah itu dalam persiapan untuk sistem parlementer baru. Australia membariskan Woodside dan beberapa perusahaan sumber daya lain, untuk berpendapat bahwa ladang gas bisa mulai menyalurkan pendapatan yang sangat dibutuhkan untuk sebuah negara baru seperti Timor-Leste, jika batas-batas Perjanjian Celah Timor segera disahkan. Daripada menunggu pemerintah Timor untuk dibentuk, badan administrasi PBB mengunci Timor ke dalam batas-batas yang sama dimana Australia telah menegosiasikanya dengan Indonesia. Segera setelah hal itu terjadi, Australia menarik di dari keanggotanya dari batas yurisdiksi maritim dari International Court of Justice.
Pada tanggal 20 Mei 2002, dengan tidak tersedianya akses ke wasit yang independen, dan sedang putus asanya Timor-Leste untuk sebuah sumber pendapatan, negara baru Timor – Leste secara terpaksa menandatangani kepala perjanjian untuk perjanjian baru dengan Australia.
Tapi perjanjian lebih lanjut diperlukan untuk membagi pendapatan potensial. Alexander Downer, Menteri Australia untuk urusan luar negeri, yang akan pergi untuk bekerja sebagai pelobi untuk Woodside setelah meninggalkan parlemen, melangkah untuk memimpin negosiasi. Para pejabat Timor-Leste pada waktu itu, telah mengambil tindakan pencegahan dalam kasus penyadapan lewat telepon, tetapi mereka tidak tahu bahwa orang Australia (di bawah naungan program bantuan untuk merenovasi gedung-gedung pemerintah dari AusAid) menempatkan bug di dinding ruang rapat kabinet Pemerintah Timor-Leste, di mana mereka bertemu untuk membahas strateginya saat berhadapan dengan delegasi ddari Australia. Meskipun perjanjian yang dihasilkan pada tahun 2006 melihat Timor -Leste meningkatkan pangsa pendapatan Greater Sunrise sampai 50% dari seluruh bidang (bukan hanya 20 % di zona pengembangan bersama), batas-batas tetap tidak berubah. Australia berjalan pergi dengan hak atas miliaran dolar yang mana jika tanpa perjanjian tersebut, akan mengalir semuanya ke Timor -Leste. Sebuah kemenangan yang lebih besar bagi Australia adalah, sebuah klausul yang melarang Timor – Leste untuk mencari jalan dalam membuka kembali perundingan batas maritim untuk 50 tahun ke depan, dimana sumber daya pada kurun waktu tersebut kemungkinan akan habis.
Semua diatas semua, itu adalah sebuah cerita, bahkan tanpa serangan yang dilakukan oleh ASIO tersebu. Selama lebih dari 40 tahun, Australia telah melakukan beberapa penipuan dengan beberapa orang paling miskin di dunia ini. Ini adalah salah satu hal yang tertangkap dengan alasan untuk melindungi warga negara dari terorisme atau untuk keamanan nasional, tetapi tuduhan bahwa Australia memata-matai untuk keuntungan komersial, di balik program bantuan yang ditawarkan, adalah sesuatu yang lain dari kasus panjang ini.
Bahkan Perdana Menteri Tony Abbott merasa terdorong untuk menyentuh perbedaan ini setelah whistleblower Amerika Edward Snowden membocorkan informasi yang menunjukkan bahwa Australia memata-matai pejabat Indonesia yang terlibat dalam pembicaraan perdagangan atas ekspor udang. Abbott menanggapinya dalam wawancaranya dengan radio ABC : ” Kami menggunakannya [ pengawasan ] … untuk melindungi warga negara kita dan warga negara lain, dan kita tentu tidak menggunakannya untuk tujuan komersial.”
Pengadilan Tetap Arbitrase di Den Hag Belanda akan melihat hal itu pada waktunya. Sementara itu, International Court of Justice menjatuhkan putusan interim pada penggerebekan di Canberra pada tanggal 3 Maret 2014, memerintahkan Australia untuk menutup dokumen yang disita dan untuk menjaga agar dokumen tersebut tetaptersegel sampai keputusan akhir dikeluarkan.
Pengadilan juga diarahkan, oleh 15 suara melawan satu suara, bahwa “Australia tidak akan mengganggu dengan cara apapun dalam komunikasi antara Timor -Leste dan penasehat hukumnya sehubungan dengan Arbitrase yang tertunda “.
Yang berselisih dengan hakim untuk urutan ini adalahvpengacara yang ditunjuk Australia ke pengadilan.